Follower

Rabu, 28 Maret 2018

KH Zubairi Mz.: Ulama Kharismatik dan Pejuang Pendidikan


KH. A. Zubairi Mz. adalah sosok kiai yang ada di pulau Madura, tinggal di sebuah kampung namanya Battangan Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Beliau adalah sosok kiai kharismatik dan memiliki beberapa ciri sifat khusus.
Keberadaan KH. A. Zubairi Mz. tidak bisa dilupakan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam sebagai perintis perjuangan dalam memperjuangkan serta menanamkan nilai-nilai keagamaan melalui lembaga pendidikan pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin yang diasuhnya.
Sejauh kiprahnya yang telah dilakukan dapat dilihat dari perkembangan pondok pesantren dan sekaligus sebagai “aktivis” keagamaannya. Disamping itu pula, KH. A. Zubairi Mz. juga adalah seorang kiai da’i (muballigh) dan bahkan sebagai sosok seorang kiai yang mempunyai jiwa kepemimpinan kharismatik (luar biasa) tinggi terhadap bawahannya – pengurus yayasan, pondok pesantren, dan beberapa pimpinan atau kepala madrasah yang ada juga pembantu (khadimul ma’had) di dalam pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur. Kharisma KH. A. Zabairi Mz. dapat dilihat dari kebijakan-kebijakannya, sikapnya yang inklusif (mutahawwil), seperti perubahan kurikulum pondok pesantren dan konsep manajemen (idariyah) pondok pesantren.
Semenjak memulai perjuangan dakwahnya – dalam usia mudanya – KH. A. Zubairi Mz. seringkali diundang ke berbagai tempat acara seperti pengajian umum untuk memberikan ceramah-ceramah keagamaan atau mauidah hasanah (doc. madrasah di Candi). Semasa hidupnya beliau adalah sosok kiai yang disegani diantara kiai-kiai yang ada di daerah sekewedanan Batang-Batang, seperti kecamatan Gapura, Batu Putih, Dungkek dan Batang-batang juga Talango. Karena dengan kepribadian yang “khas” beliau memiliki kebijaksanaan dan wawasan yang luas, ahli dan trampil dalam pembinaan ilmu-ilmu keislaman, disamping mempunyai kepribadian yang luhur, seperti: dipercaya, ramah-tamah, jujur, bersemangat, penuh daya dan image, serta tabah dan bijaksana.
Aktivitasnya yang lain, KH. A. Zubairi Mz sering diminta beberapa lembaga untuk memberikan wejangan tentang pola pengembangan dan menejemen (pengelolaan) lembaga yang baik kedepan. Sehingga tidak hayal lagi bahwa banyak lembaga-lembaga pendidikan (madrasah atau sekolah) berdiri tegak dan mentereng tersebar di beberapa kecamatan seperti Gapura, Batang-batang, Dungkek, Talango dan lainnya kesemuanya itu berawal dari sebuah ide dasar (gagasan) KH. A. Zubairi Mz. sebagai sosok kiai yang mempunyai jiwa perhatian khusus terhadap pemberdayaan kondisi pendidikan di masyarakat berbasis pendidikan pesantren. Langkah seperti itu dilakukan oleh KH. A. Zubairi Mz. karena dianggap saking pentingnya mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai sarana (ambil bagian) dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan yang demikian itu merupakan amanah dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahkan kalau dirasa perlu di sebuah daerah tertentu untuk didirikan lembaga pendidikan Islam, seperti sekolah atau madrasah KH. A. Zubairi Mz. tinggal menunjuk salah seorang tokoh (figure) setempat guna mendirikan lembaga pendidikan, tetapi tetap dalam bimbingan, koordinasi, dan binaan beliau.
Maka pada akhirnya banyak beberapa lembaga pendidikan seperti madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal (taman pendidikan Al-Qur’an dan madrasah diniyah) berkembang dibeberapa daerah sebagaimana disebutkan di atas, tetap memiliki garis hubungan secara kultural dengan beliau atau dengan lembaga pendidikan yang diasuhnya sendiri yakni pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin yang ada di Gapura Timur.
Kepemimpinan dan kiprahnya KH. A. Zubairi Mz. dapat dilihat dari hasil karya tulisanya serta pemikiran-pemikirannya melalui kaset-kaset atau wejangan kepada para santri, sahabat, masyarakat dan putra-putrinya serta melalui instansi pesantren yang diasuhnya. Dari berbagai khazanah keilmuan, kiprahnya dalam pembangunan dan pemberdayaan lembaga pondok pesantren, gaya kepemimpinan KH. A. Zubairi Mz. dapat ditemukan dari kebijakan-kebijakannya dalam pondok pesantren, baik yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi, manajemen, tujuan, perencanaan, evaluasi, pengawasan dan lain sebagainya. Semua itu dapat disebut dengan komponen-komponen dalam pengembangan lembaga pondok pesantren.
Dalam bentuk yang lebih riil lagi, kepemimpinan KH. A. Zubairi Mz. juga dapat ditemukan dari perkembangan pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur Gapura Sumenep yang diasuhnya. Sehingga pondok pesantren tersebut banyak mengalami perubahan dalam beberapa sektor, seperti kurikulum, metode pembelajaran, proses kegiatan belajar-mengajar (KBM), kegiatan ektrakurikuler sebagai pengembangan minat dan bakat para santri serta pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana lembaga pendidikan pondok pesantren.
*Tulisan ini dipetik dari hasil penelitian Ach. Syaiful A’la (skripsi bab I point 1), Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam (KI) IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009.

Selasa, 27 Maret 2018

Mengurungkan niat membunuh setelah sowan kiyai Mukafi


Suatu ketika ada orang bernama pak Bejo (nama samaran) sowan kepada kiyai Mukafi Gapura Timur Sumenep dengan maksud untuk meminta semacam ilmu kekebalan dan keberanian untuk membunuh pria selingkuhan isterinya. Setelah tiba di rumah kiyai Mukafi ia menceritakan apa maksud kedatanganya, tanpa babibu Kiyai Mukafi memberinya air (tabarruk) untuk segera diminum.

Meminta air kepada kiyai atau orang shaleh dengan niat tabarrukan memang lumrah dilakukan oleh Masyarakat terutama warga Nahdliyyin, baik untuk keselamatan, kemudahan rezeki, kesembuhan, dan kekebalan (kebal untuk hal mashlahat, bukan untuk membunuh atau balas dendam). Baginda Nabi Muhammad SAW dulu sering pula dimintai berkah (barokah) oleh para sahabatnya, ada riwayat menceritakan sebagian sahabat untuk kesembuhan penyakit mata, perut, dan lainnya. Ulama (dalam hal ini adalah kiyai) sebagai pewaris Nabi juga sering menjadi tempat berkeluh kesah, meminta pendapat, doa-doa, dan lain sebagainya.

Lanjut cerita, Selang beberapa hari pak Bejo tiba-tiba mengurungkan niat (buruknya) untuk membunuh, pak Bejo ditanya oleh salah seorang temannya, "masihkah kamu ada niatan untuk balas dendam atas sakit hatimu itu? berhubung kamu kan sudah mendapat ijazah (jaza') dari Kiyai Mukafi?".

"Tidak, sekarang di hatiku plong tak ada lagi hasrat benci apalagi untuk membunuh" ucap pak Bejo.

subhanalloh

Semoga bermanfaat.



https://www.facebook.com/negaramadu

Kamis, 11 Mei 2017

Karomah Kiyai Bahrul Widad


Suatu ketika kiyai Fachri dalam perjalanan, waktu itu sudah larut malam, rupa-rupanya ada  yang nggak beres, ada yang sengaja mengikuti beliau dari arah belakang, kiyai Fachri langsung menelepon kiyai Bahrul,
"saya dari tadi ada orang yang membuntuti dari belakang, gimana ini?",

"Tunggu sebentar !!" Sahut yai Bahrul

Kiyai Bahrul pergi ke Masjid depan rumahnya sembari membawa linggis dan berdiri di mihrab Masjid, habis itu mereka melanjutkan pembicaraan via telpon kembali,
"sekarang bagaimana?" Tanya kiyai Bahrul kepada kiyai Fachri,

"Entah, kayaknya orang yang mengikutiku ban nya bocor, tiba-tiba hilang".

 

Subhanalloh

Selasa, 09 Mei 2017

KISAH DAKWAH KIYAI BAHRUL WIDAD DI KAMPUNG POLAY LONGOS SUMENEP


Tanah teduh Polay Longos sebelum menjadi pondok pesantren al-Bustan kedua setelah al-Bustan Banyugiri Guluk-guluk asuhan kiyai Fakhri Suyuthi (kakak kandung kiyai Bahul Widad) , di Polay Longos Sumenep tempat di mana kiyai Bahrul merintis dakwahnya merupakan pesantren tua atas asuhan K. Sa'dan (almaghfurlah) namun sejak K. Sa'dan wafat bumi polay seolah haus akan dakwah dan seorang panutan.

Singkat cerita, hingga pada akhirnya ada rencana datangnya kiyai dari Guluk-guluk Sumenep. Namun, sebelum kiyai Bahrul Widad bertempat tinggal di kampung Polay Desa Longos Kab. Sumenep, terlebih dulu diambil beberapa genggam tanah di area polay yang bakal didiami kiyai Bahrul, itu dilakukan oleh Kiyai Fakhri dibungkus sorbannya kemudian dibawa ke kediaman beliau ke Guluk-guluk, kiyai Fakhri juga melakukan tirakat "sambung gelang" mengelilingi desa longos, demi memohon petunjuk kepada yang maha kuasa Allah ta'ala.

Sepindahnya kiyai Bahrul dari Guluk-guluk ke Polay Longos Gapura tidak serta merta melakukan dakwah halal haram, namun dakwah lembut serta berbaur ala walisongo, kerap kali kiyai Bahrul bertamu ke rumah warga yang kesehariannya tidak shalat, ini sering dilakukakan oleh kiyai Bahrul sehingga tuan rumah merasa sungkan akhirnya ikutan shalat.

Main kartu, domino, dan semacamnya tidak jarang kiyai Bahrul lakukan bersama sekumpulan orang, meski terkadang telinga beliau harus dijepit dengan jepitan baju demi berbaur dan dakwah beliau.

Jangan dikira dakwah beliau langsung berefek cepat dan instan, cemooh serta hinaan acap kali sering beliau terima dari orang-orang yang tidak senang terhadap beliau, bahkan ilmu hitam berupa barang-barang temuan untuk mendzolimi beliau sering beliau temukan di area pesantren yang beliau rintis.

Ibarat sebuah ungkapan lawas "tak akan meraih madu tanpa sengatan lebah", setelah kerasnya cobaan serta tantangan perjalanan dakwah kiyai Bahrul Widad, Kini pesantren alBustan II mulai didatangi penuntut ilmu baik dari daerah sumenep maupun dari luar daerah, ponpes alBustan bergerak dibidang kajian kegamaan dan madrasah diniyah.

Masyarakat di sana telah terbiasa shalat berjama'ah di Masjid berkat kegigihan, dakwah, serta kesabaran kiyai Bahrul, sampai sampai ada orang mengatakan "kalau waktu maghrib masyarakat kampung Polay jangan dimampiri ke rumahnya, mereka berada di Masjid.

Alfaqier Abana Zulfan

Minggu, 12 Februari 2017

Fulan: "Dalam Mimpi Kiyai Munif Zubairi Memberi Saya Amalan Seperti Amalannya Nabi Yunus".


Seseorang pernah bercerita kepada penulis, sebut saja namanya Fulan; "Saya pernah bisnis tembakau namun bangkrut hingga mengalami kerugian 60 juta, seakan ini masalah terbesar dalam hidup saya hingga suatu malam saya bermimpi bertemu kiyai Munif, dalam mimpi beliau memberi sebuah amalan sebagai jalan keluar", tutur Fulan sembari menyulut rokok kretek dan ditemani kopi tubruk kesukaannya.

Lanjut, penulis bertanya,: "Kalau boleh tahu amalan apa itu Pak Fulan?", wajah penasaran mewarnai raut wajah penulis.
Dengan santai pak Fulan menyahut,: "Ijazah amalan yang diberi kiyai Munif seperti amalannya Nabi Yunus AS.
لا إله الاّ أنت سبحانك إنى كنت من الظالمين،
Dengan kehendak Allah tidak lama kemudian masalah hidup saya terselesaikan".

Setelah insiden itu menurut cerita pak Fulan, ia langsung sowan serta meminta petunjuk kepada Kiyai Munif (Pengasuh ponpes Nasy'atul Muta'allimin ke III). Apa tanggapan kiyai Munif tentang mimpi si Fulan?, Putera kiyai Zubairi ini berdawuh: "oh enggi, Pajhat bànnyak sè akadhi ka'dintoh", (Mdr) "oh iya, memang sering kejadian seperti itu".



Salam ta'dzim penulis kepada guru kami Drs. K.A. Munif Zubairi

Semoga kiyai Munif beserta keluarganya sehat wal'afiyat dan dipanjangkan usianya oleh Allah. Amiin

Semoga bermanfaat

Oleh itakitafuzu.blogspot.com

Sabtu, 11 Februari 2017

Keistimewaan, Serta Wasiat K. Mattasan Gapura, :"Kalau Saya Meninggal Tolong Kirimkan Saya Fatihah".

Murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) pertama Nasy'atul Muta'allimin Gapura Sumenep Madura terdiri dari enam orang,  K. Mawi, K. Shaleh (Baban),  K. Zaitun, K. Basyir, K. Masyhur, dan termasuk di antaranya K. Mattasan. 

K. Mattasan muda mondok di pondok pesantren Al-Huda Pangabasèn Gapura Timur asuhan KH. Hosamuddin (kiyai Hesa), mondok sembari nyolok (nyantri kalong) ke NasyMut, K. Mattasan termasuk orang yang paham betul sejarah pasca berdirinya Nasy'atul Muta'allimin, sebab K. Mattasan pernah bertutur begini, : "Pada saat saya menghaturkan minuman kepada para kiyai, tidak sengaja nguping musyawarah  soal perintisan pondok pesantren Nasy'atul Muta'allimin, kala itu saya berada di bawah kolong surau (langgar) anyaman bambu (sangger)", tuturnya sembari memijat punggung penulis, beliau hidup dalam kesedarhaan dan berprofesi sebagai tukang pijat.

Dawuh K. Mattasan yang penulis masih ingat begini, "Saya sering menyiapkan barang kiriman untuk kiyai Zubairi waktu mondok di ponpes Annuqayah".

K. Mattasan merupakan santri sing baik serta taat kepada gurunya dan istiqamah dalam berjamaah shalat lima waktu. Suatu ketika K. Mattasan kedatangan Kiyai Hesa, kebetulan waktu itu ia punya seekor ayam kesayangan, kiyai Hesa merasa tertarik pada ayam itu, "ini ayamnya saya bawa yaaa", kata kiyai Hesa. K. Mattasan mengiyakannya dengan penuh rasa ikhlas.

K. Mattasan pernah bercerita pengalamannya begini: "Kalau saya sedang lapar dengan membaca al-Qur'an akan terasa kenyang". ia mengalami rabun dekat (mata katarak), maklum kala itu usianya telah di 80 tahun. Karena rabun setiap kali hendak membaca al-Qur'an ia harus memakai kacamata. Keanehan terjadi saat rihlah ziarah (ngalap barokah) ke salah satu makam waliyullah, dengan hasratnya untuk mengkhatamkan al-Qur'an, sehabis berwudhu' tiba-tiba dengan izin Allah mata K. Mattasan kembali terang seperti sedia kala dan tidak perlu memakai kacamata lagi.

Setelah wafatnya Kiyai Hesa, K. Mattasan rutin ziarah ke maqbarohnya, setiap kali  ziarah ke maqbaroh sang guru, ia terasa seolah berada dalam Masjid berdua bersama kiyai Hesa.

Sebelum k. Mattasan meninggal, beliau sempat menitip pesan kepada penulis, "Kalau saya meninggal, tolong kirimkan saya Fatihah". Tidak berselang lama beliau meninggal, tepat pada waktu yang istimewa yaitu malam Jum'at. Subhanallah


Semoga bermanfaat.

Jumat, 10 Februari 2017

KISAH TITIP SALAMNYA KANJENG NABI MUHAMMAD SAW KEPADA KYAI KHOZIN BUDURAN-SIDOARJO


Salah seorang waliyulloh yang terkenal keramat, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan-Madura, suatu kali menunaikan ibadah haji. Beberapa saat ketika beliau singgah di Madinah hendak berziaroh kemakam Rosululloh di Ar-Roudhoh, beliau berjumpa dengan Nabi SAW. Ketika itu beliau terlihat mesra sekali bercengkrama dengan Nabi, hingga sebelum berpisah, Nabi mengatakan kepada Syaikhona Kholil Bangkalan bahwasannya kalau Syaikhona kembali ketanah air supaya menyampaikan salamnya Nabi kepada Khozin dari Buduran-Sidoarjo.
Begitulah, selepas kapal yang ditumpangi Kyai Kholil sandar di pelabuhan Kota Surabaya ( sekarang Tanjung Perak ), beliau tidak langsung menuju Bangkalan-Madura, akan tetapi langsung menuju Buduran-Sidoarjo mencari orang yang bernama Khozin sebagaimana yang disarankan Nabi SAW kepadanya. Begitu sampai di Buduran, beliau menanyai beberapa orang yang dijumpainya, menanyakan rumah Khozin. Setiap jawaban yang beliau peroleh berfariasi, mulai Khozin tukang cukur rambut, tukang sepatu sampai profesi yang disebutkan, dan semuanya tidak cocok dengan sosok yang beliau bayangkan. Hingga suatu saat kemudian dipagi hari beliau bertemu dengan bapak tua berpakaian kaos oblong, dengan memakai sarung yang agak dicincingnya sedang menyapu halaman sebuah rumah yang mirip sebuah pesantren dengan beberapa gothaan ( bilik-bilik bambu para santri ), Kyai Kholil lalu menghampiri bapak tersebut yang tengah sibuk dengan aktifitasnya tersebut. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh bapak tersebut, beliau bertanya ;

" Pak, dimanakah rumah Khozin ?"

" Kalau nama Khozin, banyak disini ". Jawab orang tersebut.

" Tapi kalau Kyai hendak mencari Khozin yang dimaksud Rosululloh sewaktu sampean di Madinah, ya saya ini Khozin yang beliau maksud ". Lanjut bapak tersebut.

Syaikhona Kholil tersentak kaget setelah mendengar jawaban spontan tersebut. Serta merta beliau menjatuhkan koper perbekalan yang dibawanya dan mencium tangan bapak tersebut berulang kali.

Ya, itulah Kyai Khozin Khoiruddin pengasuh pondok Siwalan Panji Buduran sekaligus perintis tradisi khotaman Tafsir Jalalain, yang diera Kyai Ya'kub Hamdani terkenal sebagai pondoknya para wali. Hadrotussyaikh Kyai Hasyim Asy'ari adalah alumni ponpes ini, dimana beliau sempat diambil menantu oleh Kyai Ya'qub dengan mempersunting puterinya yang bernama Khodijah, dari perkawinan beliau lahir seorang putra bernama Abdulloh. Tapi sayang keduanya ( Nyai Khodijah dan Abdulloh putranya ) wafat di Makkah pada tahun 1930, dipondok ini gothaan kyai Hasyim ketika masih nyantri sampai sekarang diabadikan, dan diantara alumni yang lain adalah seperti Mbah Hamid Abdulloh Pasuruan, Kyai As'ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan ( konon menurut penuturan cucunya kepada saya, disuatu musim kemarau waktu itu banyak para petani yang kehausan karena sumur disawah maupun rumah kering kerontang, ditengah kehausan itu tiba-tiba mereka melihat Mbah Jaelani melayang-layang diudara sambil membawa timba-timba berisi air beserta pikulannya ), ada juga wali kendil ( kakak beradik yang meninggal ketika masih menjadi santri . Si adik ahli mutholaah kitab sedangkan si kakak ahli tirakat, hingga pada suatu hari kakaknya marah melihat adiknya menanak nasi karena tidak menghormati kakaknya yang sedang berpuasa. Ditendangnya kendil buat menanak nasi itu hingga pecah berantakan. Melihat itu si adik diam sambil mengambil serpihan-serpihan kendil yang pecah berantakan itu ditempelkannya lagi potongan serpihan itu dengan ludahnya hingga kembali utuh seperti sedia kala. Hingga ketika keduanya meninggal, makam adiknya tidak mau berjejer berdampingan dengan kakaknya, setiap hari makam adiknya bergeser maju bahkan konon sampai menembus pagar batas makam, dan pada akhirnya oleh Kyai Ya'kub makam santrinya itu diperingatkan agar cukup sampai disitu saja. Hingga sampai sekarang makam keduanya yang awalnya berjejer sudah tidak lagi seperti pertama kali dimakamkan, makam adiknya lebih maju kedepan melewati batas nisan kakaknya ),dan Kyai Kholil Bangkalan sendiri termasuk alumni Siwalan Panji.

Pondok Siwalan Panji ini berdiri sekitar tahun 1787 oleh Kyai Hamdani. Menurut Gus Rokhim ( alm ) pemangku pondok Khamdaniyah yang juga generasi ke tujuh dari Mbah Khamdani, ketika tanah siwalanpanji masih berupa tanah rawa, Mbah Hamdani meminta kepada Allah agar tanah rawah ini diangkat kepermukaan untuk dijadikan sebagai kawasan syiar Islam waktu itu.

“Ketika itu Mbah Hamdani meminta pertolongan kepada Allah, tidak berselang lama, tanah yang sebelumnya rawa, tiba-tiba terangkat dan menjadi daratan,”. Tidak hanya itu, pada awal awal pengerjaan pondok, kayu bangunan pondok yang didatangkan dari cepu melalui jalur laut tiba-tiba pecah dan terserak dan berpencar. Namun karena pertolongan Allah, kayu-kayu yang semula berpencar ini, bergerak sendiri melalui sungai menuju sungai di seberang kawasan pondok.

“Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji,” cerita Gus Rokhim.

Dijuluki pondoknya para wali karena setiap tahun alumni yang keluar bbeberapa diantaranya sudah mempunyai karomah-karomah luar biasa ketika masih menjadi santri.

Konon dari beberapa riwayat yang saya kumpulkan, dipondok Panji atau Siwalan Panji inilah kitab Tafsir Jalalain pertama kalinya dibaca secara klasikal pada tahun 1789 M. Sistem penddikin ala madrosah Diniyyah juga sudah ada pada waktu itu, hanya saja formatnya tidak seperti sekarang yang tersusun sistematis dan terencana.

Semenjak itu Syaikhona Kholil selalu mewanti wanti agar santri beliau yang boyong agar tabarrukan dulu di pondok Panji yang diasuh Kyai Khozin ketika itu, sebagai bentuk ketakdzhiman Syaikhona Kholil kepada Kyai Khozin.

Mungkin inilah salah satu alasan mengapa sampai sekarang pondok Panji, terutama pondok Al Khozini banyak dipenuhi santri dari Madura, sebagai bentuk ketakdzhiman mereka pada dawuh Syaikhona Kholil Bangkalan.

Wallohu a'lamu bis showab

————————

Foto di atas ini adalah foto Mbah Ali Mas'ud Al Majdzub Pagerwojo ( salah satu diantara alumni pondok wali ( Siwalan Panji Buduran )