Follower
Minggu, 12 Februari 2017
Fulan: "Dalam Mimpi Kiyai Munif Zubairi Memberi Saya Amalan Seperti Amalannya Nabi Yunus".
Seseorang pernah bercerita kepada penulis, sebut saja namanya Fulan; "Saya pernah bisnis tembakau namun bangkrut hingga mengalami kerugian 60 juta, seakan ini masalah terbesar dalam hidup saya hingga suatu malam saya bermimpi bertemu kiyai Munif, dalam mimpi beliau memberi sebuah amalan sebagai jalan keluar", tutur Fulan sembari menyulut rokok kretek dan ditemani kopi tubruk kesukaannya.
Lanjut, penulis bertanya,: "Kalau boleh tahu amalan apa itu Pak Fulan?", wajah penasaran mewarnai raut wajah penulis.
Dengan santai pak Fulan menyahut,: "Ijazah amalan yang diberi kiyai Munif seperti amalannya Nabi Yunus AS.
لا إله الاّ أنت سبحانك إنى كنت من الظالمين،
Dengan kehendak Allah tidak lama kemudian masalah hidup saya terselesaikan".
Setelah insiden itu menurut cerita pak Fulan, ia langsung sowan serta meminta petunjuk kepada Kiyai Munif (Pengasuh ponpes Nasy'atul Muta'allimin ke III). Apa tanggapan kiyai Munif tentang mimpi si Fulan?, Putera kiyai Zubairi ini berdawuh: "oh enggi, Pajhat bànnyak sè akadhi ka'dintoh", (Mdr) "oh iya, memang sering kejadian seperti itu".
Salam ta'dzim penulis kepada guru kami Drs. K.A. Munif Zubairi
Semoga kiyai Munif beserta keluarganya sehat wal'afiyat dan dipanjangkan usianya oleh Allah. Amiin
Semoga bermanfaat
Oleh itakitafuzu.blogspot.com
Sabtu, 11 Februari 2017
Keistimewaan, Serta Wasiat K. Mattasan Gapura, :"Kalau Saya Meninggal Tolong Kirimkan Saya Fatihah".
Murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) pertama Nasy'atul Muta'allimin Gapura Sumenep Madura terdiri dari enam orang, K. Mawi, K. Shaleh (Baban), K. Zaitun, K. Basyir, K. Masyhur, dan termasuk di antaranya K. Mattasan.
K. Mattasan muda mondok di pondok pesantren Al-Huda Pangabasèn Gapura Timur asuhan KH. Hosamuddin (kiyai Hesa), mondok sembari nyolok (nyantri kalong) ke NasyMut, K. Mattasan termasuk orang yang paham betul sejarah pasca berdirinya Nasy'atul Muta'allimin, sebab K. Mattasan pernah bertutur begini, : "Pada saat saya menghaturkan minuman kepada para kiyai, tidak sengaja nguping musyawarah soal perintisan pondok pesantren Nasy'atul Muta'allimin, kala itu saya berada di bawah kolong surau (langgar) anyaman bambu (sangger)", tuturnya sembari memijat punggung penulis, beliau hidup dalam kesedarhaan dan berprofesi sebagai tukang pijat.
Dawuh K. Mattasan yang penulis masih ingat begini, "Saya sering menyiapkan barang kiriman untuk kiyai Zubairi waktu mondok di ponpes Annuqayah".
K. Mattasan merupakan santri sing baik serta taat kepada gurunya dan istiqamah dalam berjamaah shalat lima waktu. Suatu ketika K. Mattasan kedatangan Kiyai Hesa, kebetulan waktu itu ia punya seekor ayam kesayangan, kiyai Hesa merasa tertarik pada ayam itu, "ini ayamnya saya bawa yaaa", kata kiyai Hesa. K. Mattasan mengiyakannya dengan penuh rasa ikhlas.
K. Mattasan pernah bercerita pengalamannya begini: "Kalau saya sedang lapar dengan membaca al-Qur'an akan terasa kenyang". ia mengalami rabun dekat (mata katarak), maklum kala itu usianya telah di 80 tahun. Karena rabun setiap kali hendak membaca al-Qur'an ia harus memakai kacamata. Keanehan terjadi saat rihlah ziarah (ngalap barokah) ke salah satu makam waliyullah, dengan hasratnya untuk mengkhatamkan al-Qur'an, sehabis berwudhu' tiba-tiba dengan izin Allah mata K. Mattasan kembali terang seperti sedia kala dan tidak perlu memakai kacamata lagi.
Setelah wafatnya Kiyai Hesa, K. Mattasan rutin ziarah ke maqbarohnya, setiap kali ziarah ke maqbaroh sang guru, ia terasa seolah berada dalam Masjid berdua bersama kiyai Hesa.
Sebelum k. Mattasan meninggal, beliau sempat menitip pesan kepada penulis, "Kalau saya meninggal, tolong kirimkan saya Fatihah". Tidak berselang lama beliau meninggal, tepat pada waktu yang istimewa yaitu malam Jum'at. Subhanallah
Semoga bermanfaat.
K. Mattasan muda mondok di pondok pesantren Al-Huda Pangabasèn Gapura Timur asuhan KH. Hosamuddin (kiyai Hesa), mondok sembari nyolok (nyantri kalong) ke NasyMut, K. Mattasan termasuk orang yang paham betul sejarah pasca berdirinya Nasy'atul Muta'allimin, sebab K. Mattasan pernah bertutur begini, : "Pada saat saya menghaturkan minuman kepada para kiyai, tidak sengaja nguping musyawarah soal perintisan pondok pesantren Nasy'atul Muta'allimin, kala itu saya berada di bawah kolong surau (langgar) anyaman bambu (sangger)", tuturnya sembari memijat punggung penulis, beliau hidup dalam kesedarhaan dan berprofesi sebagai tukang pijat.
Dawuh K. Mattasan yang penulis masih ingat begini, "Saya sering menyiapkan barang kiriman untuk kiyai Zubairi waktu mondok di ponpes Annuqayah".
K. Mattasan merupakan santri sing baik serta taat kepada gurunya dan istiqamah dalam berjamaah shalat lima waktu. Suatu ketika K. Mattasan kedatangan Kiyai Hesa, kebetulan waktu itu ia punya seekor ayam kesayangan, kiyai Hesa merasa tertarik pada ayam itu, "ini ayamnya saya bawa yaaa", kata kiyai Hesa. K. Mattasan mengiyakannya dengan penuh rasa ikhlas.
K. Mattasan pernah bercerita pengalamannya begini: "Kalau saya sedang lapar dengan membaca al-Qur'an akan terasa kenyang". ia mengalami rabun dekat (mata katarak), maklum kala itu usianya telah di 80 tahun. Karena rabun setiap kali hendak membaca al-Qur'an ia harus memakai kacamata. Keanehan terjadi saat rihlah ziarah (ngalap barokah) ke salah satu makam waliyullah, dengan hasratnya untuk mengkhatamkan al-Qur'an, sehabis berwudhu' tiba-tiba dengan izin Allah mata K. Mattasan kembali terang seperti sedia kala dan tidak perlu memakai kacamata lagi.
Setelah wafatnya Kiyai Hesa, K. Mattasan rutin ziarah ke maqbarohnya, setiap kali ziarah ke maqbaroh sang guru, ia terasa seolah berada dalam Masjid berdua bersama kiyai Hesa.
Sebelum k. Mattasan meninggal, beliau sempat menitip pesan kepada penulis, "Kalau saya meninggal, tolong kirimkan saya Fatihah". Tidak berselang lama beliau meninggal, tepat pada waktu yang istimewa yaitu malam Jum'at. Subhanallah
Semoga bermanfaat.
Jumat, 10 Februari 2017
KISAH TITIP SALAMNYA KANJENG NABI MUHAMMAD SAW KEPADA KYAI KHOZIN BUDURAN-SIDOARJO
Salah seorang waliyulloh yang terkenal keramat, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan-Madura, suatu kali menunaikan ibadah haji. Beberapa saat ketika beliau singgah di Madinah hendak berziaroh kemakam Rosululloh di Ar-Roudhoh, beliau berjumpa dengan Nabi SAW. Ketika itu beliau terlihat mesra sekali bercengkrama dengan Nabi, hingga sebelum berpisah, Nabi mengatakan kepada Syaikhona Kholil Bangkalan bahwasannya kalau Syaikhona kembali ketanah air supaya menyampaikan salamnya Nabi kepada Khozin dari Buduran-Sidoarjo.
Begitulah, selepas kapal yang ditumpangi Kyai Kholil sandar di pelabuhan Kota Surabaya ( sekarang Tanjung Perak ), beliau tidak langsung menuju Bangkalan-Madura, akan tetapi langsung menuju Buduran-Sidoarjo mencari orang yang bernama Khozin sebagaimana yang disarankan Nabi SAW kepadanya. Begitu sampai di Buduran, beliau menanyai beberapa orang yang dijumpainya, menanyakan rumah Khozin. Setiap jawaban yang beliau peroleh berfariasi, mulai Khozin tukang cukur rambut, tukang sepatu sampai profesi yang disebutkan, dan semuanya tidak cocok dengan sosok yang beliau bayangkan. Hingga suatu saat kemudian dipagi hari beliau bertemu dengan bapak tua berpakaian kaos oblong, dengan memakai sarung yang agak dicincingnya sedang menyapu halaman sebuah rumah yang mirip sebuah pesantren dengan beberapa gothaan ( bilik-bilik bambu para santri ), Kyai Kholil lalu menghampiri bapak tersebut yang tengah sibuk dengan aktifitasnya tersebut. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh bapak tersebut, beliau bertanya ;
" Pak, dimanakah rumah Khozin ?"
" Kalau nama Khozin, banyak disini ". Jawab orang tersebut.
" Tapi kalau Kyai hendak mencari Khozin yang dimaksud Rosululloh sewaktu sampean di Madinah, ya saya ini Khozin yang beliau maksud ". Lanjut bapak tersebut.
Syaikhona Kholil tersentak kaget setelah mendengar jawaban spontan tersebut. Serta merta beliau menjatuhkan koper perbekalan yang dibawanya dan mencium tangan bapak tersebut berulang kali.
Ya, itulah Kyai Khozin Khoiruddin pengasuh pondok Siwalan Panji Buduran sekaligus perintis tradisi khotaman Tafsir Jalalain, yang diera Kyai Ya'kub Hamdani terkenal sebagai pondoknya para wali. Hadrotussyaikh Kyai Hasyim Asy'ari adalah alumni ponpes ini, dimana beliau sempat diambil menantu oleh Kyai Ya'qub dengan mempersunting puterinya yang bernama Khodijah, dari perkawinan beliau lahir seorang putra bernama Abdulloh. Tapi sayang keduanya ( Nyai Khodijah dan Abdulloh putranya ) wafat di Makkah pada tahun 1930, dipondok ini gothaan kyai Hasyim ketika masih nyantri sampai sekarang diabadikan, dan diantara alumni yang lain adalah seperti Mbah Hamid Abdulloh Pasuruan, Kyai As'ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan ( konon menurut penuturan cucunya kepada saya, disuatu musim kemarau waktu itu banyak para petani yang kehausan karena sumur disawah maupun rumah kering kerontang, ditengah kehausan itu tiba-tiba mereka melihat Mbah Jaelani melayang-layang diudara sambil membawa timba-timba berisi air beserta pikulannya ), ada juga wali kendil ( kakak beradik yang meninggal ketika masih menjadi santri . Si adik ahli mutholaah kitab sedangkan si kakak ahli tirakat, hingga pada suatu hari kakaknya marah melihat adiknya menanak nasi karena tidak menghormati kakaknya yang sedang berpuasa. Ditendangnya kendil buat menanak nasi itu hingga pecah berantakan. Melihat itu si adik diam sambil mengambil serpihan-serpihan kendil yang pecah berantakan itu ditempelkannya lagi potongan serpihan itu dengan ludahnya hingga kembali utuh seperti sedia kala. Hingga ketika keduanya meninggal, makam adiknya tidak mau berjejer berdampingan dengan kakaknya, setiap hari makam adiknya bergeser maju bahkan konon sampai menembus pagar batas makam, dan pada akhirnya oleh Kyai Ya'kub makam santrinya itu diperingatkan agar cukup sampai disitu saja. Hingga sampai sekarang makam keduanya yang awalnya berjejer sudah tidak lagi seperti pertama kali dimakamkan, makam adiknya lebih maju kedepan melewati batas nisan kakaknya ),dan Kyai Kholil Bangkalan sendiri termasuk alumni Siwalan Panji.
Pondok Siwalan Panji ini berdiri sekitar tahun 1787 oleh Kyai Hamdani. Menurut Gus Rokhim ( alm ) pemangku pondok Khamdaniyah yang juga generasi ke tujuh dari Mbah Khamdani, ketika tanah siwalanpanji masih berupa tanah rawa, Mbah Hamdani meminta kepada Allah agar tanah rawah ini diangkat kepermukaan untuk dijadikan sebagai kawasan syiar Islam waktu itu.
“Ketika itu Mbah Hamdani meminta pertolongan kepada Allah, tidak berselang lama, tanah yang sebelumnya rawa, tiba-tiba terangkat dan menjadi daratan,”. Tidak hanya itu, pada awal awal pengerjaan pondok, kayu bangunan pondok yang didatangkan dari cepu melalui jalur laut tiba-tiba pecah dan terserak dan berpencar. Namun karena pertolongan Allah, kayu-kayu yang semula berpencar ini, bergerak sendiri melalui sungai menuju sungai di seberang kawasan pondok.
“Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji,” cerita Gus Rokhim.
Dijuluki pondoknya para wali karena setiap tahun alumni yang keluar bbeberapa diantaranya sudah mempunyai karomah-karomah luar biasa ketika masih menjadi santri.
Konon dari beberapa riwayat yang saya kumpulkan, dipondok Panji atau Siwalan Panji inilah kitab Tafsir Jalalain pertama kalinya dibaca secara klasikal pada tahun 1789 M. Sistem penddikin ala madrosah Diniyyah juga sudah ada pada waktu itu, hanya saja formatnya tidak seperti sekarang yang tersusun sistematis dan terencana.
Semenjak itu Syaikhona Kholil selalu mewanti wanti agar santri beliau yang boyong agar tabarrukan dulu di pondok Panji yang diasuh Kyai Khozin ketika itu, sebagai bentuk ketakdzhiman Syaikhona Kholil kepada Kyai Khozin.
Mungkin inilah salah satu alasan mengapa sampai sekarang pondok Panji, terutama pondok Al Khozini banyak dipenuhi santri dari Madura, sebagai bentuk ketakdzhiman mereka pada dawuh Syaikhona Kholil Bangkalan.
Wallohu a'lamu bis showab
————————
Foto di atas ini adalah foto Mbah Ali Mas'ud Al Majdzub Pagerwojo ( salah satu diantara alumni pondok wali ( Siwalan Panji Buduran )
Kiyai Zubairi (alm): "Dulu Waktu Saya Mondok, Taqrieb Saja Tidak Khatam".
kiyai Afif Ma'ruf (K. Afifuddin, nama lahirnya), ia merupakan salah seorang santri senior yang mondok dhàlem di ponpes Nasy'atul Muta'allimin,
di Madura santri itu dapat memilih di mana ia hendak mondok, di pondok dhàlem (santri dhàlem lebih pasnya bisa dibilang khadimnya kiyai, mengurus keseharian kiyai), ataukah di pondok luar. Walaupun tidak serta merta pondok yang berada di pulau garam itu menerapkan sistem pemondokan yang sama, tentu ada perbedaan sistem serta ciri khas masing-masing.
Adapun kata santri menurut Nurkholis Madjid kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Santri jika ditulis dengan bahasa arab سنتري (Santri) maka akan dapat didefinisikan sesuai dengan huruf-huruf yang tersusun. Maka akan terdiri dari 5 huruf, Sin, Nun, Ta’, Ra’ dan Ya. Huruf س (sin), yang artinya salikun ilal Akhirah, berarti selalu berjalan menuju akhirat, setiap gerak-gerik santri mengandung unsur ukhrawi dan duniawi. ن (Nun), Naibun lil Masayikh, santri harus bisa mengikuti dan dapat mengganti ulama yang penuh dengan ilmu, sebagai santri, harus bisa mengganti kiai yang sepuh untuk regenerasi. ت (Ta’) Tarkul Ma’ashi, bagaimana agar santri tidak melakukan maksiat. ر (Ra’) Raghibun lil Khairat, yaitu cinta pada kebaikan. Santri harus suka pada kebaikan, dan selalu melakukan kebaikan. Kemudian ada huruf ي (Ya'), Yarju lil Mardhotillah, sholat, mengaji, menjaga ukhuwah, saling toleran dan seluruh ibadah kita jangan disertai kedengkian, takabur, sombong dan ingin dipuji orang lain. Kita harus ingat bahwa yang dilakukan manusia dan khususnya santri hanya mencari ridho Allah SWT.
Kiyai Afif muda kerapkali diminta untuk mencukur rambut Kiyai Zubairi, pernah suatu ketika kiyai Zubairi berdawuh sembari rambutnya dicukur oleh kiyai Afif: "sèngko' bàkto mondhuk ta' hatam taqrèb bhàlàkkà' ", (Mdr). "Saya waktu mondok kitab taqrieb tidak khatam",. Kata-katanya singkat namun padat makna menjadi renungan berharga bagi kiyai Afif, kiyai Zubairi belum menamatkan kitab taqrieb (syarah fathul qarieb), padahal fathul qarieb bisa diibaratkan makanan pokok kaum santri. Namun kiyai Zubairi telah mampu menguraikan isi taqrieb dalam ruang-ruang kelas kepada santri-santrinya, sekaligus telah berhasil menjadi orang alim, alim secara wawasan maupun alim secara prilaku (عمل بعلمه).
Semoga bermanfaat
Oleh itakitafuzu.blogspot.com
Kritik serta sarta sangat saya harapkan terutama dari keluarga dhàlem.
Kamis, 09 Februari 2017
ASWAJA ITU BUKAN LIBERAL, BUKAN WAHHABI & BUKAN SYIAH
KH. Luthfi Bashori
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, bahwa Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi (keyakinan), pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Pengertian di atas menunjukkan, bahwa liberalisme sebagai penganut kebebasan itu bukanlah berasal dari ajaran Islam, apa lagi lebih spesifik Ahlus Sunnah Wal Jamaah (ASWAJA). Karena ajaran Aswaja itu bukan ajaran kebebasan, namun ajaran yang penuh dengan aturan.
Baik yang bersifat aturan gelobal seperti batasan-batasan yang terdapat dalam Kitab Suci Alquran maupun Hadits Nabawi, atau aturan yang lebih terinci, yaitu hasil ijtihad para ulama dalam menerjemahkan isi yang terkandung dalam Alquran dan Hadits, lantas dicetuskan dalam bentuk batasan ilmu Fiqih, ilmu Tasawwuf, ilmu falaq, ilmu Faraid, dan sebagainya.
Dari sini jelaslan, bahwa hanyalah sebuah kebohongan dan penipuan saja jika kaum Liberal mengaku-ngaku sebagai penganut Aswaja. Sekalipun banyak di antara penganut liberalisme yang sengaja mendompleng kepada ormas-ormas Islam yang berasas ASWAJA. Hal ini mereka lakukan dengan tujuan untuk melancarkan upaya liberalisasi ormas yang mereka masuki tersebut.
Sayangnya, banyak aktifis ormas Islam yang tidak sadar dan kurang peduli terhadap bahaya Liberalisme yang merusak eksistensi ormas Islam yang disusupinya, khususnya dalam bidang keselamatan aqidah para anggota ormas terkait.
Di sisi lain, ada pula pengikut aliran Wahhabi, yang kerap kali mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah, padahal mereka itu hakikatnya berpegang teguh kepada ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi (Saudi), sang Pencetus sekte Wahhabi yang tidak mengakui keimanan dan keislaman para ulama Salaf yang hidup sebelum jamannya.
Demikian juga kaum Wahhabi ini adalah pengagung Nashiruddin Al-Albani, tokoh Wahhabi yang baru lahir tahun 1914 M, namun sudah berani menolak dan menyalahkan Imam Bukhari, yang wafat tahun 870 M, bahkan tidak segan-segan meragukan keislaman dan keimanan Imam Bukhari.
Imam Bukhari adalah ulama ahli hadits paling handal di dunia, dan kitab karangannya, Shahih Bukhari, diakui oleh para ulama sebagai kitab yang paling shahih (benar) setelah Alquran. Beliau termasuk ulama yang memperbolahkan pentakwilan terhadap ayat mutasyabihat, maka dengan serampangan Al-albani mengatakan terhadap Imam Bukhari: Ini sepatutnya tidak dituturkan oleh seorang muslim yang beriman (Lihatlah kitab Fatawa Al-Albany, m/s 523).
Selain dua golongan sesat di atas, masih ada lagi golongan sesat yang sering memperdayai umat Islam ASWAJA khususnya kalangan awwam, untuk ditarik mengikuti pamam sesatnya, yaitu golongan Syiah pengikut Khomeini Iran.
Golongan ini sangat membenci para shahabat Nabi Muhammad dan para istri beliau SAW, serta mengingkari kemurnian Alquran sebagai Kitab Suci umat Islam. Pernyataan semacam demikian ini dapat dilihat pada kitab-kitab rujukan utama sekte Syiah seperti Alkaafi, Fashlul khithab fi tahrifi kitabi rabbil arbab, dan sebagainya.
(Makalah Diskusi Ringan di Pesantren Sarang Rembang, 9 Peb '17)
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, bahwa Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi (keyakinan), pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Pengertian di atas menunjukkan, bahwa liberalisme sebagai penganut kebebasan itu bukanlah berasal dari ajaran Islam, apa lagi lebih spesifik Ahlus Sunnah Wal Jamaah (ASWAJA). Karena ajaran Aswaja itu bukan ajaran kebebasan, namun ajaran yang penuh dengan aturan.
Baik yang bersifat aturan gelobal seperti batasan-batasan yang terdapat dalam Kitab Suci Alquran maupun Hadits Nabawi, atau aturan yang lebih terinci, yaitu hasil ijtihad para ulama dalam menerjemahkan isi yang terkandung dalam Alquran dan Hadits, lantas dicetuskan dalam bentuk batasan ilmu Fiqih, ilmu Tasawwuf, ilmu falaq, ilmu Faraid, dan sebagainya.
Dari sini jelaslan, bahwa hanyalah sebuah kebohongan dan penipuan saja jika kaum Liberal mengaku-ngaku sebagai penganut Aswaja. Sekalipun banyak di antara penganut liberalisme yang sengaja mendompleng kepada ormas-ormas Islam yang berasas ASWAJA. Hal ini mereka lakukan dengan tujuan untuk melancarkan upaya liberalisasi ormas yang mereka masuki tersebut.
Sayangnya, banyak aktifis ormas Islam yang tidak sadar dan kurang peduli terhadap bahaya Liberalisme yang merusak eksistensi ormas Islam yang disusupinya, khususnya dalam bidang keselamatan aqidah para anggota ormas terkait.
Di sisi lain, ada pula pengikut aliran Wahhabi, yang kerap kali mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah, padahal mereka itu hakikatnya berpegang teguh kepada ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi (Saudi), sang Pencetus sekte Wahhabi yang tidak mengakui keimanan dan keislaman para ulama Salaf yang hidup sebelum jamannya.
Demikian juga kaum Wahhabi ini adalah pengagung Nashiruddin Al-Albani, tokoh Wahhabi yang baru lahir tahun 1914 M, namun sudah berani menolak dan menyalahkan Imam Bukhari, yang wafat tahun 870 M, bahkan tidak segan-segan meragukan keislaman dan keimanan Imam Bukhari.
Imam Bukhari adalah ulama ahli hadits paling handal di dunia, dan kitab karangannya, Shahih Bukhari, diakui oleh para ulama sebagai kitab yang paling shahih (benar) setelah Alquran. Beliau termasuk ulama yang memperbolahkan pentakwilan terhadap ayat mutasyabihat, maka dengan serampangan Al-albani mengatakan terhadap Imam Bukhari: Ini sepatutnya tidak dituturkan oleh seorang muslim yang beriman (Lihatlah kitab Fatawa Al-Albany, m/s 523).
Selain dua golongan sesat di atas, masih ada lagi golongan sesat yang sering memperdayai umat Islam ASWAJA khususnya kalangan awwam, untuk ditarik mengikuti pamam sesatnya, yaitu golongan Syiah pengikut Khomeini Iran.
Golongan ini sangat membenci para shahabat Nabi Muhammad dan para istri beliau SAW, serta mengingkari kemurnian Alquran sebagai Kitab Suci umat Islam. Pernyataan semacam demikian ini dapat dilihat pada kitab-kitab rujukan utama sekte Syiah seperti Alkaafi, Fashlul khithab fi tahrifi kitabi rabbil arbab, dan sebagainya.
(Makalah Diskusi Ringan di Pesantren Sarang Rembang, 9 Peb '17)
Ketika Kiyai Afif Memuliakan Guru dan Orang Lain
Suatu hari kiyai Afif Ma'ruf bermujalasah dengan tamu tetangga sebelah (tamoy lala') atau tamu sing biasa bertandang sehari-hari, kiyai Ma'ruf tidak menyediakan sebatang rokokpun bagi si tamu karena dianggapnya orang dekat rumah dan memang waktu itu kiyai Afif kehabisan rokok. Tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya datanglah Kiyai Zubairi (guru kiyai Afif Ma'ruf), kiyai Ma'ruf merasa sungkan bila tidak menyuguhkan rokok kepada Kiyai Zubairi, bagitu juga merasa tidak enak bagi si tamu kalau kiyai Ma'ruf menyibukkan diri dengan membelikan rokok demi kiyai Zubairi dikira membeda-bedakan tamu.
Tidak lama kemudian kiyai Afif keluar sebentar dan memanggil santrinya: "cong, bà'na èrosoroa mellè rokok, sakèng dàgghi' sabellunna è atorraghi ka sèngko' bhundhu' dàri dhalubàng bàn kabàlà bàdà kèrèman dàri Gersèk Potè". (Mdr), "Cong, kamu mau saya suruh membeli rokok, tapi sebelum dikasih ke saya rakoknya dibungkus dulu dan bilang ini bingkisan dari Gersik putih", dawuh kiyai Afif kepada santrinya.
(Maksud kiyai Afif hanya untuk menghormati keduanya, agar tidak menyinggung perasaan tamu sebelum kiyai Zubairi tadi dan tetap memuliakan kiyai Zubairi sebagai gurunya).
Semoga bermanfaat
Oleh itakitafuzu.blogspot.com
Bila ada kesalahan tulisan mohon kritik dan saran dari teman-teman terutama keluarga dhalem. Trims
Tidak lama kemudian kiyai Afif keluar sebentar dan memanggil santrinya: "cong, bà'na èrosoroa mellè rokok, sakèng dàgghi' sabellunna è atorraghi ka sèngko' bhundhu' dàri dhalubàng bàn kabàlà bàdà kèrèman dàri Gersèk Potè". (Mdr), "Cong, kamu mau saya suruh membeli rokok, tapi sebelum dikasih ke saya rakoknya dibungkus dulu dan bilang ini bingkisan dari Gersik putih", dawuh kiyai Afif kepada santrinya.
(Maksud kiyai Afif hanya untuk menghormati keduanya, agar tidak menyinggung perasaan tamu sebelum kiyai Zubairi tadi dan tetap memuliakan kiyai Zubairi sebagai gurunya).
Semoga bermanfaat
Oleh itakitafuzu.blogspot.com
Bila ada kesalahan tulisan mohon kritik dan saran dari teman-teman terutama keluarga dhalem. Trims
Rabu, 08 Februari 2017
Ta'dzimnya K. Asmoni terhadap kiyai Asy'ari Marzid
Kata ta'dzim merupakan bentuk masdar dari fi'iel madhi adzdzoma (عظّم - تعظيما) mempunyai makna mengagungkan, absolut meng(agung)kan hakikatnya kepada Allah, dalam kitab arkan (kitab tatacara shalat , berbahasa jawa) memaknai الحمد لله "dhinèng sadhàjà pojhi panèka tep-tep èka'agungè gustè Allah, ponapa sè èkoca' pojhi?, ènggi panèka pangoca' pangalem sè asajjhà ngagungngàghi (mdr)", segala puji hanya milik Allah, apa yang disebut puji?, yaitu kata sanjungan yang bermaksud meng(agung)kan. Tatacara mengagungkan guru atau kiyai tentunya berbeda dengan mengagungkan Allah.
Kata Mengagungkan berasal dari kata agung, yang mana agung adalah sifat uluhiyyah (ketuhanan), Allah tanpa diagungkan nyatanya Allah tetap maha Agung "aku memohon ampun kepada Allah yang maha agung" ( أستغفر الله العظيم ).
Mengagungkan guru atau kiyai lebih kepada memuliakan / menghormati, seringkali kita dengar ucapan "sampaikan salam ta'dzim saya kepada kiayi Ma'ruf", sama saja dengan "sampaikan salam hormat saya kepada kiyai Ma'ruf".
Ada sebuah kisah tentang besarnya rasa ta'dzim seorang santrè kona kepada kiyainya. Alkisah, dahulu K. Asmoni muda pernah èkonpakon (disuruh) oleh kiyainya (KH. Asy'ari Marzid, pengasuh ponpes al-Marzuqi Battangan, Gapura) untuk mengantarkan sejumlah uang kepada kiyai Hosamuddin (Pangabasèn Gapura), "uang ini hantarkan kepada Kiyai Hosamuddin, jangan pulang sebelum uangnya sampai di tangan beliau !!", Dawuh kiyai Asy'ari kepada K. Asmoni muda. Sesampainya di ponpes al-Huda (kediaman kiyai Hosamuddin) k. Asmoni bertanya kepada salah seorang santrinya: "kiyai Hesa (sebutan lumrah kiyai Hosamuddin) ada ya?? santrinya menjawab: "kiyai Hesa masih di Kompolan (perkumpulan kajian kitab) di desa Kolpo". Padahal kala itu sudah larut malam, Kiyai Hesa memang rutin mengisi kajian-kajian keislaman siang hari maupun tengah malam ke pelosok desa terutama pelosok yang belum kental keagamaanya atau jauh dari pesantren.
Singkat cerita, K. Asmoni ketiduran karena kelelahan, hingga tiba waktu dikumandangkan adzan subuh oleh santri, "Allahu akbar Allahu akbar ....., Hayya 'alashsholaaaah.....,
K. Asmoni yang tadinya tidur pulas, tiba-tiba terperanjat kaget, suara adzan disangka teriakan santri sedang bergurau di Masjid, "eeeh jangan teriak-teriak di Masjid", dengan nada keras memarahi santri. Tidak lama kemudian dalam benak k. Asmoni tersadar bahwa sudah tiba waktu subuh.
Walau fajar telah menyingsing k. Asmoni belum juga dapat menemui Kiyai Hesa, rupanya kiyai Hesa belum kembali ke pesantren. Sampai terbit matahari kiyai Hesa belum juga pulang. K. Asmoni kembali menanyakannya pada santri dhàlem, ternyata kiyai Hesa baru saja pulang namun masih istirahat.
K. Asmoni masih menunggu kiyai Hesa, ia sebagai santri yang ta'dzim serta taat atas perintah gurunya, k. Asmoni tetap berpegang teguh pada dawuh KH. Asy'ari, "jangan pulang sebelum bertemu kiyai Hesa".
Sekitar jam 10.00 pagi k. Asmoni dapat bertemu Kiyai Hesa, tanpa bertutur panjang k. Asmoni langsung menyampaikan amanahnya: "uang ini dari kiyai Asy'ari", kiyai Hesa berdawuh: "oh iya, kamu sudah lama di sini?, "Enggi, saya sudah dari kemarin di sini menunggu kiyai" jawab k. Asmoni.
Setelah k. Asmoni menyelesaikan tugasnya, k. Asmoni langsung kembali ke pondok, setibanya di pondok kiyai Asy'ari menanyakan keterlambatannya pulang ke pesantren; "kenapa kamu sampai nginap di Pangabasèn??, "Saya menunggu kiyai Hesa sampai esok hari kiyai.
Subhanallah, bagaimana barokah tidak akan diberikan oleh Allah kepada seorang santri ketika ia begitu ta'dzim dan taatnya kepada sang guru, barokah / keberkahan dapat diperoleh dengan berkhidmah (mendedikasikan jiwa raga kapada masyarakat maupun gurunya)
"البركة بالخدمة"
Barokah bisa didapat dengan berkhidmah,
Lalu apa barokah itu? Sebagian ulama mengatakan bahwa "البركة زيادة الخير" Barokah merupakan tambahan nilai kebaikan. Kiyai Chairul Umam BA. Pernah berdhawuh bahwa "wajib hukumnya percaya akan adanya barokah, Bahkan murtad bila tidak percaya Barokah.
Kata barokah dalam tahiyyat
السلام عليك أيها النبي و رحمة الله وبركاته
Oleh: kotoran sandallà K. Asmuni Gapura.
Senin, 06 Februari 2017
Karomah Kiyai Hosamuddin
Kiai Hosa panggilan akrabnya KH. Hosamuddin tinggal di sebuah kampung namanya kampong Pangabasèn terletak di Desa Gapura Timur Sumenep Madura, yang namanya tidak tersentuh dalam buku ini – dalam melakukan dakwah di Desa Candi (Dusun Gunung), beliau menampakkan ilmu kesaktian yang ada dirinya.
Konon, pernah suatu hari ada sebuah jam’iyah (kompolan, madura) di Desa Candi itu. Karena masyarakatnya masih minim akan ilmu-ilmu agama, ketika dalam acara jam’iyah yang selalu diperbincangkan tentang “carok” – adu ketangkasan dengan menggunakan alat yang namanya arè' (madura : laddhing, sadà’, calorèt, busri, pengerrat dan lain-lain). Sehingga banyak jamaah tidak mendengarkan isi ceramah dari kiai Hosa. Alkisah, dari salah satu anggota jam’iyah yang dipimpin kiai Hosa di Desa setempat, suatu ketika usai acara, sang kiai – memang dengan sengaja – meletakkan koreknya (coret, madura) di bawah daun pisang (daun sisa bungkus makanan yang disajikan tuan rumah untuk jamaah, di madura makanan itu disebut dengan pes-paes atau leppet) kemudian kiai pamit dan pergi meninggalkan acara.
Tidak jauh dari tempat acara, sekitar + 100 m kiai Hosa pura-pura memanggil minta tolong kepada seseorang yang masih ada di dalam tempat perkumpulan tadi bahwa koreknya ketinggalan di tempat dimana ia duduk. Setelah dicari-cari oleh jamaah ternyata korek itu berada di bawah daun pisang sisa bungkus suguhan yang disajikan ke pak kiai. Yang aneh pada waktu itu, semua orang (laki-laki) yang ada dalam perkumpulan, tidak satu pun yang bisa mengangkat korek pak kiai – terasa berat untuk mengangkatnya. Dengan kejadian itu tadi, akhirnya masyarakat percaya dan taat bahwa kiai Hosamuddin mempunyai kemampuan (karomah) yang luar biasa. Sehingga dalam melakukan dakwah agama selanjutnya meresa gampang menyampaikan pesan-pesan moral agama kepada masyarakat berkah karomah yang ditampakkan secara terang-terang di khalayak umum.
Sumber: http://ach-syaiful.blogspot.co.id
Konon, pernah suatu hari ada sebuah jam’iyah (kompolan, madura) di Desa Candi itu. Karena masyarakatnya masih minim akan ilmu-ilmu agama, ketika dalam acara jam’iyah yang selalu diperbincangkan tentang “carok” – adu ketangkasan dengan menggunakan alat yang namanya arè' (madura : laddhing, sadà’, calorèt, busri, pengerrat dan lain-lain). Sehingga banyak jamaah tidak mendengarkan isi ceramah dari kiai Hosa. Alkisah, dari salah satu anggota jam’iyah yang dipimpin kiai Hosa di Desa setempat, suatu ketika usai acara, sang kiai – memang dengan sengaja – meletakkan koreknya (coret, madura) di bawah daun pisang (daun sisa bungkus makanan yang disajikan tuan rumah untuk jamaah, di madura makanan itu disebut dengan pes-paes atau leppet) kemudian kiai pamit dan pergi meninggalkan acara.
Tidak jauh dari tempat acara, sekitar + 100 m kiai Hosa pura-pura memanggil minta tolong kepada seseorang yang masih ada di dalam tempat perkumpulan tadi bahwa koreknya ketinggalan di tempat dimana ia duduk. Setelah dicari-cari oleh jamaah ternyata korek itu berada di bawah daun pisang sisa bungkus suguhan yang disajikan ke pak kiai. Yang aneh pada waktu itu, semua orang (laki-laki) yang ada dalam perkumpulan, tidak satu pun yang bisa mengangkat korek pak kiai – terasa berat untuk mengangkatnya. Dengan kejadian itu tadi, akhirnya masyarakat percaya dan taat bahwa kiai Hosamuddin mempunyai kemampuan (karomah) yang luar biasa. Sehingga dalam melakukan dakwah agama selanjutnya meresa gampang menyampaikan pesan-pesan moral agama kepada masyarakat berkah karomah yang ditampakkan secara terang-terang di khalayak umum.
Sumber: http://ach-syaiful.blogspot.co.id
Minggu, 05 Februari 2017
Kiyai Zubairi Menumpangi Truck Pengangkut Genting Demi Menimba Ilmu Kepada Kiyai Siraj
Gigih dalam menuntut ilmu, KH. Ahmad Zubairi bin kiyai Marzuki bin kiyai Idrus bin kiyai Qohar adalah santri senior dari timur daya Sumenep yang mondok di pesantren Annuqayah Guluk-guluk asuhan kiyai Ilyas Syarqawi, kegigihan beliau dalam menimba ilmu tidak cukup di usia muda dan dunia pondok, kapanpun dan dimanapun meluangkan waktu untuk menambah keilmuan beliau, walaupun beliau telah mempunyai anak (KH. Chairul Umam / kiyai Abdul Basith) kala itu, dan menjadi pengasuh ponpes Nasy'atul Muta'allimin di Gapura beliau masih nyolok (nyantri kalong) kepada kiyai Siraj (ayahanda KH. Ramdhan Siraj) Karang Campaka Kecamatan Bluto, sebagai sarana transportasi dari Gapura menuju Bluto yaitu dengan menumpangi truck pengangkut genting dari Mandala ke area Barat Sumenep.
Semoga kita semua dapat meneladani kehidupan beliau, hidup dalam kesederhanaan, lebih lebih rasa dahaga beliau untuk meneguk segarnya keilmuan terutama ilmu agama.
Semoga bermanfaat
Oleh alfaqir itakitafuzu
Semoga kita semua dapat meneladani kehidupan beliau, hidup dalam kesederhanaan, lebih lebih rasa dahaga beliau untuk meneguk segarnya keilmuan terutama ilmu agama.
Semoga bermanfaat
Oleh alfaqir itakitafuzu
Kiyai Cholil Nafis: Marah Demi Menghormati Ulama?
Saat Kiai Ma'ruf Amin diperlakukan kurang baik di pengadilan maka masyarakat di semua lapisan dan lintas madzhab marah. Mengapa marah? ya karena beliau adalah ulama yg memimpin dan membimbing umat Islam Indonesia.
Ulama bagi umat Islam bagaikan bapak ideologi dan teologi yang selalu bersama di dunia dan di akhirat. Allah SWT momposisikan urutan ulama nomer tiga di dunia, yaitu setelah bersaksi kpd Allah sebagai pencipta yang wajib disembah, Nabi Muhammad saw yang membawa risalah kenabian dan kemudian para ulama yang istiqamah dg mengamalkan dan mengajarkan ilmunya.
Ulama sebagai penguat alam raya bagaikan paku dari bagunan. Dunia akan roboh, penuh kemunkaran dan hilang nilai-nilai kemanusiaan jika tidak ada kehadiran ulama. Umat dibimbing dan diarahkan perjalanan hidupnya oleh ilmu dan hikmah para ulama.
ilmu yang berkembang menjadi dasar peradaban dunia dan dasar utk meraih martabat tak lepas dari peran para ulama yang mengajarkan ilmunya. Maka tak heran jika Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallah wajhah mengatakan pada ulama yg menjadi gurunya: "Barangsiapa yang mengajariku satu huruf saja maka silahkan kalau mau memanfaatkanku untuk diperbudak atau dimerdekakan".
Ungkapan Sayyidina Ali ra. ini menunjukkan betapa beliau menhormati orang yang ahli agama dan mengajarkan agamanya untuk membimbing umat menuju kehidupan yang bernilai dan benar yang diridhai oleh Allah SWT.
Tak heran secara serentak masyarakat bergejolak ketika Ketua Umum MUI diperlakukan kurang sopan di pengadilan, bahkan sebagian umat rela berkorban apapun demi menjaga muruah dan martabat ulama. Mudah-mudahan para pecinta ulama diberi rahmat oleh Allah SWT.
Ulama bagi umat Islam bagaikan bapak ideologi dan teologi yang selalu bersama di dunia dan di akhirat. Allah SWT momposisikan urutan ulama nomer tiga di dunia, yaitu setelah bersaksi kpd Allah sebagai pencipta yang wajib disembah, Nabi Muhammad saw yang membawa risalah kenabian dan kemudian para ulama yang istiqamah dg mengamalkan dan mengajarkan ilmunya.
Ulama sebagai penguat alam raya bagaikan paku dari bagunan. Dunia akan roboh, penuh kemunkaran dan hilang nilai-nilai kemanusiaan jika tidak ada kehadiran ulama. Umat dibimbing dan diarahkan perjalanan hidupnya oleh ilmu dan hikmah para ulama.
ilmu yang berkembang menjadi dasar peradaban dunia dan dasar utk meraih martabat tak lepas dari peran para ulama yang mengajarkan ilmunya. Maka tak heran jika Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallah wajhah mengatakan pada ulama yg menjadi gurunya: "Barangsiapa yang mengajariku satu huruf saja maka silahkan kalau mau memanfaatkanku untuk diperbudak atau dimerdekakan".
Ungkapan Sayyidina Ali ra. ini menunjukkan betapa beliau menhormati orang yang ahli agama dan mengajarkan agamanya untuk membimbing umat menuju kehidupan yang bernilai dan benar yang diridhai oleh Allah SWT.
Tak heran secara serentak masyarakat bergejolak ketika Ketua Umum MUI diperlakukan kurang sopan di pengadilan, bahkan sebagian umat rela berkorban apapun demi menjaga muruah dan martabat ulama. Mudah-mudahan para pecinta ulama diberi rahmat oleh Allah SWT.
Sabtu, 04 Februari 2017
Kisah Asal-Usul Asta Gurang Garing di Sumenep
Asta Gurang Garing letaknya cukup jauh dari daerah Sumenep kota, yaitu sekitar ±34 km atau sekitar 1 jam perjalanan. Tepatnya di Desa Lombang, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep. Bagi para peziarah dari Pulau Jawa yang hendak ke pulau Madura bisa dengan menempuh jalur laut dari pelabuhan Perak menuju pelabuhan Kamal. Namun juga bisa dengan cara memanfaatkan jasa penyeberangan jembatan Suramadu.
Madura lebih dikenal dengan sebutan Pulau Garam, karena Madura merupakan salah satu pulau yang banyak menghasilkan garam berkualitas. Carok dan kerapan sapi juga merupakan identitas dari pulau Madura. Madura memiliki empat kabupaten/kota, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Sumenep jika dalam bahasa Madura disebut Songènèb. Songènèb sendiri dalam arti etimologinya merupakan Bahasa Kawi / Jawa Kuno yang jika diterjemaahkan mempunyai makna sebagai berikut : Kata “Sung” mempunyai arti sebuah relung/cekungan/lembah, dan kata “ènèb” yang berarti endapan yang tenang, maka jika diartikan lebih dalam lagi Songènèb / Songennep (dalam bahasa Madura) mempunyai arti "lembah/cekungan yang tenang".
Predikat santri sepertinya memang layak dinisbatkan kepada masyarakat Madura. Karena kepatuhan masyarakatnya akan sosok pemuka Agama atau kyai ternyata tidak hanya dilakukan saat kyai tersebut masih ada dikehidupan sosial mereka. Namun juga ketika sudah wafatpun sosok seorang kiyai tetap mendapatkan penghormatan yang luar biasa dari para santri atau masyarakat disekitarnya. Masyarakat Madura yang mayoritas beragama Islam ini juga menjadi salah satu alasan mengapa banyak pemuka Agama dari dalam hingga luar Madura yang mengabdikan dirinya untuk tetap menjunjung tinggi Agama Allah di pulau ini. Tradisi masyarakat Madura diwaktu-waktu tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri adalah dengan berkunjung (ziarah) ke makam para Ulama’ atau Kiyai dengan mengharap doa barokahnya. Diketahui bahwa pada hakikatnya ruh dari manusia itu tidak pernah mati. Sehingga masyarakat percaya bahwa dengan datang dan mengirimkan do’a di makam yang diyakini keramat akan mendapatkan balasan do’a pula dari para muslim yang telah lebih dulu meninggalkan kehidupan dunia. Makam kyai juga seringkali dianggap sebagai tempat keramat yang di percaya sebagai tempat paling tepat untuk berdoa kepada Tuhan dengant tujuan tertentu di samping juga mendoakan arwah kyai tersebut.
Menurut sejarah masyarakat setempat, asta Gurang Garing ini lebih dikenal dengan sebutan asta Syayid Yahya dan sudah dilegendakan. Akan tetapi cucu dari Sayyid Yahya sendiri menyebutnya dengan julukan Syeikh Mahfudz. Di daerah Gapura Tengah Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep adalah tempat dimana Syeikh Mahfudz membagi ilmunya. Pada saat ia sedang mengajar, beliau mendapat panggilan dari raja pertama Sumenep yaitu Pangeran Arya Wiraraja. Arya Wiraraja dilantik pada tanggal 31 Oktober 1269, yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep. Selama dipimpin olehnya banyak kemajuan yang terjadi di kerajaan Sumenep. pria yang berasal dari desa Nangka Jawa Timur ini memiliki pribadi dan kecakapan/kemampuan yang baik. Arya Wiraraja secara umum dikenal sebagai seorang pakar dibidang ilmu penasehat/pengatur strategi, analisanya cukup tajam dan terarah.
Tujuan dari Arya Wiraraja memanggil Syeikh Mahfudz ialah untuk memerintahkan beliau untuk menjadi seorang hakim di kerajaan, tetapi beliau tidak dapat memberikan jawaban secara langsung dan meminta waktu beberapa hari untuk mempertimbangkan titah dari raja tersebut. Selama waktu yang diberikan oleh raja dipergunakan beliau untuk berfikir dan meminta petunjuk kepada Allah. Yang menjadi pertimbangan bagi Syeikh Mahfudz ialah bahwa ketika beliau memutuskan menerima perintah dari sang raja, secara tidak langsung beliau akan menetap di kerajaan. Sedangkan beliau sendiri masih mempunyai tanggung jawab yang besar, yaitu mengajar para santrinya.
Dua hari kemudian Syeikh Mahfudz datang kembali ke kerajaan untuk memberikan jawaban kepada sang Raja dan berkata, “Maafkan hamba Gusti! Hamba tidak dapat memenuhi perintah raja untuk menjadi hakim. Karena hamba takut terikat dan membebankan bagi hamba dengan harus menjadi seorang hakim. Selain itu, hamba mempunyai tanggung jawab atas pondok pesantren yang hamba dirikan dan santri-santri hamba. Hamba pun sangat sayang dengan santri-santri dan tidak tega untuk menginggalkan mereka. Sehingga berat rasanya untuk menerima tugas yang Gusti berikan pada hamba”. Mendengar pernyataan dari Syeih Mahfudz, raja tersebut sangat marah. Karena menolak perintah yang diberikan, akhirnya Syeikh Mahfud mendapatkan hukuman dari raja, yaitu diperitahkan untuk mengisi gentong air raksasa, tepatnya di halaman belakang kerajaan. Gentong itu besar dan kering yang tidak ada airnya sama sekali. Dari cerita turun-temurun menyatakan bahwa kata “besar” itu disebut dengan Gorang dan kata “kering” itu adalah Garing.
Oleh karna itulah, alasan orang banyak menyebutnya dengan istilah Gurang Garing yang berarti gentong raksasa yang kering. Akan tetapi Syeih Mahfudz kaget karena tidak ada air pada waktu itu untuk mengisi gentong raksasa tersebut. Sedangkan sungai yang ada di sekitar kerajaan tersebut pun masih dalam kondisi mengering. Salah satu faktor sulitnya air pada saat itu ialah dikarenakan hujan yang tak kunjung datang. Akhirnya Syeikh Mahfudz bermunajat kepada Allah SWT, dan dilanjutkan dengan melakukan shalat sunah 2 rakaat. Dengan kuasa Allah kemudian awan mendung datang tiba-tiba dan berbentuk seperti nampan. Setelah itu dengan derasnya air hujan tersebut mampu mengisi gentong air yang besar, hingga akhirnya gentong tersebut terisi dengan penuh. Namun Syeikh Mahfudz tetap membiarkan air di dalam gentong itu meluap, dan akhirnya air itu meluas sampai kehalaman kerajaan. Orang-orang yang ada di kerajaan pada waktu itu sangat kebingungan karena ada air yang mengalir di halaman kerajaan.
Ada salah satu dari patih yang melapor kepada raja bahwa halaman kerajaan di penuhi dengan air, dan raja pun sungguh terkejut setelah mengetahuinya. Raja terkejut karena sungai yang kering pada awalnya tiba-tiba sudah teraliri oleh air. Keterkejutan sang raja bertambah karena sebelumnya tidak ada tanda-tanda akan turunnya hujan. Arya Wiraraja kemudian berkata kepada sang Patih, “Hei Patih! air ini dari mana datangnya? coba kamu periksa..!!”. mendengar perintah dari raja, sang patih pun langsung bergegas mencari asal-usul datangnya air tersebut. Patih sendiri heran dengan kejadian itu, tiada hujan tapi ada banyak air di sekitar kerajaan.
Sewaktu dalam perjalanan patih bertemu dengan kiyai. Kemudian Patih bertanya, ”Pak kyai dari mana datangnya air ini? Padahal di daerah sekitar kerajaan kering tidak ada air dan jarang ada turunnya hujan?”. Sambil bertanya sang Patih menatap ke atas dan melihat adanya awan mendung di atas gentong raksasa itu. Keheranan sang Patih bertambah ketika disekitar gentong tersebut sama sekali tidak ada hujan. ”Hujan itu datang karena rahmat Allh SWT sehingga gentong yang besar ini dapat terisi penuh”. jawab Pak kiyai. “Tapi pak Kiyai, air ini mengalir sampai ke halaman kerajaan dan harus segera di berhentikan!” bantah sang patih. Kemudian kyai bermunajat kembali kepada Allah dan akhirnya hujan itu secara tiba-tiba berhenti dengan sendirinya. Setelah itu kiyai menghadap kepada sang raja untuk meminta maaf karena sudah membuat resah seluruh penghuni kerajaan. Kiyai menceritakan semua yang terjadi kepada raja. Sehingga raja mengatakan dan menyebutkan bahwa kyai itu adalah “Lambi Cabih” yang artinya bibir pedas. Maksudnya dari kata “bibir pedas” itu adalah bahwa do’anya dari Syeih Mahfudz ini mustajab atau cepat terkabul.
Selang kemudian Kiyai pun kembali pulang ke kampung halamannya. Masyarakat pun mendengar tentang apa yang telah terjadi di kerajaan bahwa do’a Syeih Mahfudz mustajab (manjur) dan dijuluki kiayi Lambi Cabih oleh raja Sumenep. Karena sebelumnya desa yang ditempati oleh Syeih Mahfudz tersebut belum mempunyai nama, maka akhirnya kampung tersebut diberi nama kampung Lambi Cabih oleh kiyai tepatnya di daerah Gapura Tengah Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Di sana juga banyak didirikan pondok-pondok pesantren.
Sebelum adanya Asta Gurang Garing, dulu ada pelabuhan besar dan penuh dengan rumah-rumah masyarakat. Pada saat itu rencananya kota Sumenep akan dipindahkan ke daerah Lombang, akan tetapi hal itu tidak dapat terealisasikan karena ada salah satu santri yang mengadu pada Syeikh Mahfudz bahwa di desanya banyak masyarakat yang melakukan hal ke maksiatan seperti minum-minuman keras, perzinahan, judi dan sebagainya. Ironisnya, beberapa dari santri Syeikh Mahfudz ikut terpengaruh untuk melakukan hal haram yang di larang Allah tersebut. Syeikh mahfudz kecewa ketika melihat kelakuan santri dan masyarakatnya yang berperilaku hidup tidak baik. Beliau merasa telah gagal membina dan mendidik orang-orang di desanya.
Akhirnya beliau mengambil keputusan untuk pergi ke suatu pemukiman di desa Lombang. Beliau memulai harinya di desa itu dengan berdakwah tentang ajaran Islam. akan tetapi dakwah yang dilakukan beliau tidak di terima dengan baik oleh masyarakat di permukiman tersebut. Masyarakat mengancam, jika beliau masih tetap berdakwah maka beliau akan di usir dengan cara seperti binatang (tidak terhormat). Beliau hanya pasrah menghadapi semua cobaan itu dan tetap bertawakal kepada Allah. Beliau percaya bahwa Allah akan menolong beliau keluar dari semua cobaan yang terjadi. Syeikh Mahfud kemudian bermimpi bahwa di dalam mimpinya tersebut beliau diberi karunia ilmu kebatinan dan beliau diperintahkan untuk tidak melakukan shalat wajib 5 waktu, dengan catatan beliau harus tetap selalu ingat kepada Allah SWT.
Mimpi itu pun beliau lakukan dan meninggalkan shalat 5 waktu yang telah diperintahkan. Beberapa hari kemudian masyarakat pun mengetahui bahwa Syeih Mahfudz tidak melaksanakan shalat wajib. Melihat hal tersebut masyarakat juga tidak melaksanakan shalat wajib dan meminta kepada Syeikh Mahfudz agar mereka juga diberikan ilmu kebatinan seperti yang telah ia dapatkan. Mengetahui kondisi masyarakat yang demikian beliau sangat marah. Setelah diberikan penjelasan panjang lebar, masyarakatnya tetap tidak mau melaksanakan shalat dan tetap menginginkan ilmu kebatinan supaya tidak perlu shalaat lagi.
Melihat masyarakatnya yang keras kepala kemudian beliau berdoa, meminta kepada Allah untuk di datangkannya balak yang sangat besar bagi semua masyarakat yang menentangnya. Allah pun mengabulkan do’a dari Syeikh Mahfudz. Akhirnya, penyakit mutaber lah yang tiba-tiba melanda masyarakat. Penyakit tersebut menewaskan dua puluh orang yang meninggal dalam setiap harinya. Pada zaman dahulu tidak ada fasilitas dokter atau obat yang dapat menyembuhkan penyakit mutaber tersebut. Sehingga penyakit tersebut mudah meular. Tanah yang luasnya 1000 M hanya di buat untuk mengkubur orang-orang yang meninggal. Banyaknya orang yang meninggal setiap harinya membuat masyarakat merasa lelah untuk membuat lubang kuburan. Hingga terkadang dalam satu lubang mereka isi dengan 5 mayat.
Sampai pada akhir hayat Syeikh Mahfudz, penyakit tersebut tetap melanda. Menurut kisah, lebih banyak orang mukmin yang meninggal dunia dari pada orang yang mungkar kepada Allah. Di suatu saat ada seseorang yang bermimpi bahwasanya di dalam mimpi tersebut menyatakan bahwa setiap ada orang yang meninggal haruslah dikubur dengan cara dalam satu lubang harus di isi dua mayat. Dan itu pun harus posisi dari mayat tersebut harus di bolak-balik. Dalam artian, kepala yang satu mengarah ke utara dan juga ada yang yang mengarah ke selatan. Tetapi itu semua sudah terlambat karena semua masyarakat yang ada di desa tersebut meninggal semua. Kini kuburan-kuburan itu telah ditanami pohon dan tumbuhan sejenisnya oleh masyarakat setempat.
Pada intinya istilah lambi cabih itu ada dikarenakan julukan sang raja untuk Syeikh Mahfudz yang dianggap mustajab dalam hal perkataan. Sedangkan istilah Gorang Garing itu sendiri ialah sebutan dari gentong raksasa yang ada di halaman belakang kerajaan Sumenep di masa lalu. Asta Gorang Garing sendiri ialah makam dari Syeikh Mahfudz. Itulah kisah asal-usul dinamakannya desa Lambi Cabih (Gapura) dan Asta Gurang Garing yang ada di daerah Lombang Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep Madura.
Sanad keilmuan Santri Nasy'atul Muta'allimin Sumenep hingga Rasulullah SAW
1. KH. Ahmad Zubairi Marzuqi
2. Kiai Moh. Ilyas Syarqowi
3. Kiai Hasyim Asy'ari
4. Syaikh Mahfudz at-Turmusi
5. Sayyid Abi Bakar bin Muhammad
Syatho al-Makki
6. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan
7. Syaikh Ustman bin Hasan ad-Dimyati
8. Syaikh Abdullah bin Hijazi asy-
Syarqowi
9. Syaikh Muhammad bin Salim al-Hafni
10. Syaikh Ahmad al-Khulaifi
11. Syaikh Ahmad al-Bisybisyi
12. Syaikh Sulthan bin Ahmad al-
Mazzahi
13. Syaikh Ali az-Ziyadi
14. Al-Muhaqqiq Syaikh Ahmad bin
Hajar al-Haitami
15. Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari
16. Syaikh Jalaludin al-Mahalli
17. Syaikh Al-Wali Ahmad bin
Abdurrahim al-‘Iraqi
18. Syaikh Abdurrahim bin Husain
al-‘Iraqi
19. Syaikh Sirajuddin al-Bulqini
20. Syaikh ‘Alauddin bin al-‘Atthar
21. Al-Imam Yahya an-Nawawi
(Muharrar al-Madzhab)
22. Syiakh Abi Hafsh, (Umar bin As’ad
az-Zai’i)
23. Syaikh Abi Umar (Ustman bin
Abdurrahman/Ibnu Shalah asy-
Syahruzuri)
24. Syaikh Abdurrahman (ayah Ibnu
Shalah)
25. Syaikh Abi Sa’ad (Abdullah bin Abi
‘Ashrun)
26. Syaikh Abi Ali al-Fariqi
27. Syaikh Abi Ishaq (Ibrahim Syaerozi)
28. Syaikh al-Qodhi Abi al-Thayyib
(Thahir bin Abdullah al-Thabri)
29. Syaikh Abil Hasan (Muhammad bin
Ali al-Masirji)
30. Syaikh Abi Ishaq (Ibrahim bin Ahmad
al-Marwazi)
31. Syaikh Abil Abbas (Ahmad bin
Syuraij al-Bagdadi)
32. Syaikh Abil Qosim (Ustman bin Sa’id
bin Yastar al-Anmathi)
33. Syaikh Ismail bin Yahya al-Muzani
34. Imam asy-Syafii (Abu Abdillah
Muhammad bin Idris)
35. Imam Maliki (Malik bin Anas)
36. Nafi’
37. Abdullah bin Umar
38. Rasulullah SAW
KAROMAH KIYAI ZUBAIRI SEBELUM WAFAT
Sebelum KH. Zubairi (Kiyai Amrawi) wafat beberapa bulan sebelumnya telah disiapkan dinding arè (mdr) yang terbuat dari batu bata. Dinding arè lumrah digunakan saat penguburan mayat agar ketika ditutupi tanah tidak langsung menyentuh atau menimpa si mayat, walaupun itu tidak mesti bertahan lama. Jika terbuat dari pohon bambu biasanya tidak sampai bertahan lama, kalau berbahan beton atau batu bata (batako) lumayan berumur sampai puluhan tahun, namun kejadian anehpun bisa terjadi kapanpun dan dimanapun.
Keanehan (خارق العادة) kejadian luar biasa atau disebut karomah yang terjadi beberapa hari sebelum beliau wafat yaitu munculnya aroma wangi (minyak misik) pada bagian samping bawah dinding arè (mdr) tersebut, semakin digali aromanya semakin wangi, hingga tercium ke area pondok putera.
Insiden ini tidak banyak orang tahu, hanya sebagian orang saja dan memang tidak dibesar-besarkan. Peristiwa demikian terjadi saat saya masih di bangku ibtidaiyah tahun 2004 di pesantren yang diasuh KH. Zubairi, dan tidak lama kemudian beliau dikabarkan meninggal.
Jumat, 03 Februari 2017
Meneladani Sosok KH. A. Zubairi Mz. ( PP NASA Sumenep)
Kepemimpinan Kiai di Pesantren
Arifin (1991) dalam tulisannya mengemukakan, bahwa pondok pesantren didirikan secara individu oleh seorang kiai, maka segala sesuatu yang berlaku dalam pondok pesantren tersebut sangat bergantung pada gaya kepemimpinan kiai yang bersangkutan. Oleh karena itu, masing-masing pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda dalam keilmuan yang dijadikan mata pelajaran pokok. Kalau kiainya alim dalam ilmu-ilmu keagamaan seperti pengkajian pada kitab kuning, pemahaman terhadap ilmu alat seperti nahwu dan sharraf maka akan melahirkan santri pandai membaca kitab kuning dan santri banyak yang berkompeten dalam bidang-bidang keagamaan.
Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa kebijakan yang dipakai oleh pondok pesantren tergantung kepada kemampuan kiai dalam bidang ilmu tertentu yang dikuasainya. Akhirnya kiai tersebut disegani karena kebijakan-kebijakannya, sehingga kedaulatan yang ada di pondok pesantren juga sepunuhnya berada di tangan kiai yang bersangkutan.
Pola dan ciri-ciri kepemimpinan kiai di pondok pesantren yang demikian itu, pada gilirannya akan melahirkan kepemimpinan kiai yang kharismatik. Menurut Sahertian (1984), kepemimpinan kharismatik itu ada (melekat) pada seseorang yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang paling luhur, sifat luhur ini sering dihubungkan dengan ciri-ciri psikologis, seperti: dapat dipercaya, ramah-tamah, jujur, bersemangat, penuh daya dan image, serta tabah dan bijaksana.
Sebuah Pengantar: Benar-benar Pengantar
KH. A. Zubairi Mz. adalah sosok kiai yang ada di pulau Madura, tinggal di sebuah kampung namanya Battangan Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Beliau adalah sosok kiai kharismatik dan memiliki beberapa ciri sifat khusus seperti yang telah disebutkan diatas.[1]
Keberadaan KH. A. Zubairi Mz. tidak bisa dilupakan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam sebagai perintis perjuangan dalam memperjuangkan serta menanamkan nilai-nilai keagamaan melalui lembaga pendidikan pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin yang diasuhnya.
Sejauh kiprahnya yang telah dilakukan dapat dilihat dari perkembangan pondok pesantren dan sekaligus sebagai “aktivis” keagamaannya. Disamping itu pula, KH. A. Zubairi Mz. juga adalah seorang kiai da’i (muballigh) dan bahkan sebagai sosok seorang kiai yang mempunyai jiwa kepemimpinan kharismatik (luar biasa) tinggi terhadap bawahannya – pengurus yayasan, pondok pesantren, dan beberapa pimpinan atau kepala madrasah yang ada juga pembantu (khadimul ma’had) di dalam pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur. Kharisma KH. A. Zabairi Mz. dapat dilihat dari kebijakan-kebijakannya, sikapnya yang inklusif (mutahawwil), seperti perubahan kurikulum pondok pesantren dan konsep manajemen (idariyah) pondok pesantren.
Semenjak memulai perjuangan dakwahnya – dalam usia mudanya – KH. A. Zubairi Mz. seringkali diundang ke berbagai tempat acara seperti pengajian umum untuk memberikan ceramah-ceramah keagamaan atau mauidah hasanah (doc. madrasah di Candi). Semasa hidupnya beliau adalah sosok kiai yang disegani diantara kiai-kiai yang ada di daerah sekewedanan Batang-Batang, seperti kecamatan Gapura, Batu Putih, Dungkek dan Batang-batang juga Talango. Karena dengan kepribadian yang “khas” beliau memiliki kebijaksanaan dan wawasan yang luas, ahli dan trampil dalam pembinaan ilmu-ilmu keislaman, disamping mempunyai kepribadian yang luhur, seperti: dipercaya, ramah-tamah, jujur, bersemangat, penuh daya dan image, serta tabah dan bijaksana.
Aktivitasnya yang lain, KH. A. Zubairi Mz sering diminta beberapa lembaga untuk memberikan wejangan tentang pola pengembangan dan menejemen (pengelolaan) lembaga yang baik kedepan. Sehingga tidak hayal lagi bahwa banyak lembaga-lembaga pendidikan (madrasah atau sekolah) berdiri tegak dan mentereng tersebar di beberapa kecamatan seperti Gapura, Batang-batang, Dungkek, Talango dan lainnya kesemuanya itu berawal dari sebuah ide dasar (gagasan) KH. A. Zubairi Mz. sebagai sosok kiai yang mempunyai jiwa perhatian khusus terhadap pemberdayaan kondisi pendidikan di masyarakat berbasis pendidikan pesantren. Langkah seperti itu dilakukan oleh KH. A. Zubairi Mz. karena dianggap saking pentingnya mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai sarana (ambil bagian) dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan yang demikian itu merupakan amanah dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahkan kalau dirasa perlu di sebuah daerah tertentu untuk didirikan lembaga pendidikan Islam, seperti sekolah atau madrasah KH. A. Zubairi Mz. tinggal menunjuk salah seorang tokoh (figure) setempat guna mendirikan lembaga pendidikan, tetapi tetap dalam bimbingan, koordinasi, dan binaan beliau.
Maka pada akhirnya banyak beberapa lembaga pendidikan seperti madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal (taman pendidikan Al-Qur’an dan madrasah diniyah) berkembang dibeberapa daerah sebagaimana disebutkan diatas, tetap memiliki garis hubungan secara kultural dengan beliau atau dengan lembaga pendidikan yang diasuhnya sendiri yakni pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin yang ada di Gapura Timur.[2]
Kepemimpinan dan kiprahnya KH. A. Zubairi Mz. dapat dilihat dari hasil karya tulisanya serta pemikiran-pemikirannya melalui kaset-kaset atau wejangan kepada para santri, sahabat, masyarakat dan putra-putrinya serta melalui instansi pesantren yang diasuhnya. Dari berbagai khazanah keilmuan, kiprahnya dalam pembangunan dan pemberdayaan lembaga pondok pesantren, gaya kepemimpinan KH. A. Zubairi Mz. dapat ditemukan dari kebijakan-kebijakannya dalam pondok pesantren, baik yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi, manajemen, tujuan, perencanaan, evaluasi, pengawasan dan lain sebagainya. Semua itu dapat disebut dengan komponen-komponen dalam pengembangan lembaga pondok pesantren.
Dalam bentuk yang lebih riil lagi, kepemimpinan KH. A. Zubairi Mz. juga dapat ditemukan dari perkembangan pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur Gapura Sumenep yang diasuhnya. Sehingga pondok pesantren tersebut banyak mengalami perubahan dalam beberapa sektor, seperti kurikulum, metode pembelajaran, proses kegiatan belajar-mengajar (KBM), kegiatan ektrakuirkuler sebagai pengembangan minat dan bakat para santri serta pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana lembaga pendidikan pondok pesantren.
Berawal dari sekilas gambaran itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti – membukukan – lebih lanjut dengan harapan bisa mendapatkan data kongkrit. Dan alhamdulillah didapatkan data-data segar tentang biografi kiai Zubairi, mulai masa kanak-kanak, nasabnya, masa-masa pendidikan, merintis-memimpin lembaga, hari-hari terakhir menjelang wafatnya, gaya kepemimpinan, sejarah pertumbuhan lembaga, mengasuh dan kiprahnya, dan amaliah-amaliah KH. A. Zubairi Mz. kaitannya dengan pembentukan karakter (character building) lembaga pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin (NASA) yang ada di Gapura Timur sehingga lembaga tersebut mempunyai ciri khas khusus dibandingkan dengan beberapa lembaga pendidikan Islam lainnya.
- Tulisan ini dipetik dari hasil penelitian Ach. Syaiful A’la (skripsi bab I point 1), Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam (KI) IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009.
- Nama beliau adalah Amrawi. Pergantian nama merupakan kebiasaan masyarakat Jawa dan Madura bagi yang telah menunaikan ibadah haji ke Baitullah (Mekkah), karena dianggapnya membawa barokah (berkah). Kiai Zubairi menunaikan ibadah haji yang tertama pada tahun 1971 dan yang kedua pada tahun 1999 (lupa tanggal dan bulannya). “Mz” adalah singkatan dari kata Marzuqi, ayahanda K.H. A. Zabairi. Walaupun mencantumkan nama ayah setelah nama diri adalah tradisi Arab, tetapi dipakai pula oleh orang Indonesia. Wawancara dengan KH. Asy’ari Marzid, tgl. 10 April 2009 dan KH. Chairul Umam, BA. tgl, 17 April 2009.
Nama pondok pesantren ini sekarang lebih dikenal di masyarakat dengan sebutan “NASA”, singkatan dari Nasy’atul Muta’allimin. Artinya, tumbuhnya para pelajar. Mengenai sejarah berdirinya, pertumbuhan lembaga, alasan pemberian nama, arti dan makna lambang, ada pada skripsi bab II point 1/a.
http://nasa-institute.blogspot.com/2010/05/meneladani-sosok-kh-zubairi-mz.html
KIYAI ZUBAIRI DAN DAUN PEPAYA
Nama lahir KH. Ahmad Zubairi Marzuqi adalah kiyai Amrawi, beliau lahir tiga bersaudara yaitu, Kiyai Amrawi, Kiyai Asy'ari, dan kiyai Ja'far bin kiyai Marzuqi bin kiyai Idrus bin kiyai Qohar.
Kiyai Amrawi adalah santri senior dari timur daya Sumenep yang mondok di ponpes Annuqayah Guluk-guluk Sumenep,
Kiyai Zubairi muda (kiyai Amrawi) pada masa mondok (menuntut ilmu) di pondok pesantren Annuqayah (daerah Lubangsa asuhan Kiyai Ilyas) Guluk-Guluk Sumenep pernah mengambil daun pepaya tanpa sengaja di area pesantren sebab kejadiannya sangat mendesak sehingga harus memetik daun pepaya, kala itu kiyai Zubairi muda sedang memasak nasi (pakai tungku) nyaris hangus karena apinya terlalu besar, daun pepaya tadi dimasukkan ke dalam tungku agar apinya mengecil.
Santri dahulu lazimnya memakai tungku berbahan bakar kayu, jadi cukup sulit untuk mengontrol daya kobar api.
Dengan rasa tanggung jawab yang besar walau peristiwa itu teramat kecil kiyai Zubairi meminta kerelaan atas daun pepaya yang dimbilnya kepada KH. A Warits Ilyas, itupun setelah Kiyai Zubairi sudah menjadi pengasuh di salah satu ponpes terkemuka di Gapura Sumenep Madura.
Kiyai Amrawi adalah santri senior dari timur daya Sumenep yang mondok di ponpes Annuqayah Guluk-guluk Sumenep,
Kiyai Zubairi muda (kiyai Amrawi) pada masa mondok (menuntut ilmu) di pondok pesantren Annuqayah (daerah Lubangsa asuhan Kiyai Ilyas) Guluk-Guluk Sumenep pernah mengambil daun pepaya tanpa sengaja di area pesantren sebab kejadiannya sangat mendesak sehingga harus memetik daun pepaya, kala itu kiyai Zubairi muda sedang memasak nasi (pakai tungku) nyaris hangus karena apinya terlalu besar, daun pepaya tadi dimasukkan ke dalam tungku agar apinya mengecil.
Santri dahulu lazimnya memakai tungku berbahan bakar kayu, jadi cukup sulit untuk mengontrol daya kobar api.
Dengan rasa tanggung jawab yang besar walau peristiwa itu teramat kecil kiyai Zubairi meminta kerelaan atas daun pepaya yang dimbilnya kepada KH. A Warits Ilyas, itupun setelah Kiyai Zubairi sudah menjadi pengasuh di salah satu ponpes terkemuka di Gapura Sumenep Madura.
Karomah kasyaf KH. Zubairi Marzuki Gapura
Dahulu KH. Kamalil Ersyad (Battangan Gapura) pernah mau mengadukan keisykalan dalam hidupnya kepada kiyai Zubairi, namun kiyai Ersyad ragu seolah ada rasa takut untuk mengadukannya, sekilas terbesit dalam benak beliau: "ah, kenapa harus takut, wong kiyai zubairi bukan seorang Nabi ", berangkatlah kiyai Ersyad ke rumah kiyai Zubairi, setiba di rumah kiyai Amrawi (nama lahir kiyai zubairi), kiyai Ersyad belum sempat berucap sepatah katapun, kiyai Zubairi tiba-tiba berdawuh: "sèngko' lakar bànni Nabbi, sakèng ta' patè sara" (mdr), "saya memang bukan seorang Nabi tetapi saya tidak terlalu parah (tidak berprilaku amoral)", kiyai Ersyad kaget dan meyakini bahwa KH. A ZUBAIRI mempunyai Karomah.
Subhanalloh
Sumber: beberapa kali saya dengar dari cerita pada ceramah Drs. KH. Kamalil Ersyad.
Kamis, 02 Februari 2017
Kiyai Zabur dan Sendhi Emas
kiyai Zabur yang kerap disapa k. Junaidah (dinisbatkan pada nama anak sulung beliau Nyai Junaidah) ketawadhuan, dan kezuhudannya tidak asing lagi bagi warga Gapura Sumenep Madura.
Suatu ketika isteri beliau meminta untuk dibelikan gelang kaki emas kepada kiyai Zabur, lantas beliau tidak langsung menjawabnya dengan kata-kata melainkan kiyai Zabur memukul sendhi (mdr) atau batu penyangga gentong (tempat air minum tradisional yang terbuat dari tanah liat / gerabah, biasanya disediakan disediakan di dalam dapur warga Masyarakat Madura dan disediakan dipinggir-pinggir jalan untuk umum, lumrahnya memakai sendhi sebagai penyangganya), secara tiba-tiba sendhi setelah dipukul berubah menjadi emas, istri kiyai pun kaget ketakutan karena hal itu di luar kebiasaan, dengan nada lembutnya sang kiyai menuturkan bahwa "saya lebih memilih kaya di akhirat ketimbang di dunia".
subhanallah
semoga barokah
K. ZABUR & KH. ABDUL BASITH didatangi Rasulullah SAW
Saya ingin mencoba mengulas kembali kisah KIYAI ZABUR & KH. ABDUL BASITH Rampet.
Suatu ketika dalam mimpinya K. Zabur kedatangan Rasulullah SAW, namun Rasul tidak lama di kediaman k. Zabur karena harus bertamu ke KH. Basith. "Ajunan kanjeng Nabi ma' kasusu bhàdhi alonggu dhà ka'dimma èpon?" (Bhs mdr),
Baginda Rasul kok buru- buru mau ke mana? tanya k. Zabur,
Rasul menjawab: "sengko' gi' nyepperra dhà' Basith" (bhs mdr)
Rasul menjawab: "saya masih mau menyambangi Basith".
Keesokan harinya k. Zabur menemui KH. Basith dan bertanya: "le' malemma dhika bada tamoyya gi?" (bhs mdr),
"dik, semalam ada tamu gak?", KH. Basith menjawabnya dgn IYA.
(kisah hikmah ini saya dapatkan dari salah seorang santri K. ZABUR)
Kang Dedi Mulyadi: Sikap Pak Ahok kepada Pak Kiai Ma'ruf Amin memang kurang beradab
Sikap Pak Ahok kepada Pak Kiai Ma'ruf Amin memang kurang beradab, dan harus diselesaikan secara beradab secara tradisi kultur dan yuridis.
Tetapi, menjadikan momentum ini untuk menarik NU dalam pusaran konflik Pilkada DKI Jakarta adalah sikap yang akan menghancurkan NU sebagai penjaga keutuhan bangsa.
Sebagai warga NU biasa, saya yakin kita bisa berfikir cerdas, mana penggorengan kita dan mana penggorengan orang lain.
Maka tidak mungkin bagi kita untuk merendahkan martabat kaum nahdhiyyin sehingga mau digoreng oleh penggorengan orang lain.
K. Munif Zubairi: Marilah Kita Berpikir Rasional
Marilah kita berfikir rasional, dlm merespon berbagai problem yg kita hadapi, agar kondisi bangsa ini tdk semakin krusial. Kita jangan terjebak pd provokasi, yg ditebarkan oleh berbagai kelompok yg patah hati, krn gagal mengusung ideologi transnasional.
Yang sangat disayangkan, mereka masih tetap berkarakter padang pasir: keras, kasar, membabi buta, dan arogan. Seolah-olah hanyalah diri dan kelompoknya yg paling benar, sedangkan yg lain adalah salah, malah dianggap kafir, murtad, dan musyrik.
Oleh karena itu, mereka tdk henti-hentinya mengangkat isu-isu yg sensitif dan krusial, utk memecah belah rakyat, bangsa, dan negara. Mereka menegaskan, bahwa PKI adalah bangkit, bumi Indonesia dikepung oleh para pekerja (komunis) Cina, istana presiden iblis, Jokowi PKI, menteri agama sesat, dan sebagainya.
Sy tdk habis fikir, mengapa mereka suka mengumbar provokasi, fitnah, kebencian, dan stigma-stigma yg lain ? Bukankah semua itu tdk pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW ?
Aneh bin ajaib memang, orang-orang yg mengklaim beragama Islam, ternyata suka mengumbar provokasi, caci maki, kebencian, label kafir, dan semacamnya. Orang-orang yg seperti ini, diakui atau tdk, susah utk diingatkan. Mereka akan terus bergerak, utk menyebarkan ideologinya yg sarat dg nilai-nilai intoleran dan radikal.
(Copas dari akun fb Drs. K. A. Munif Zubairi)
Tradisi Kotekan Nubruk Kopi di Madura
Tradisi ini biasa dilakukan di Madura pada saat ada acara, seperti kematian, pernikahan, dan acara-acara lainnya, biasanya disediakan dan disuguhi minuman kopi tubruk. Nah, pada saat proses penubrukan kopi (penumbukan / penghalusan biji kopi) biasanya dilakukan sambil kotekan (kreasi bunyi berirama) video di atas ini terjadi di desa Gapura Barat kecamatan Gapura kabupaten Sumenep Jawa Timur.
Faizal Malik
Said Aqil: Ahok Akan Rugi Besar Berpolemik dengan KH Ma'ruf
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menegaskan, sebagai petahana di Pilgub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan mengalami kerugian yang besar lantaran berkonflik dengan Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin di persidangan ke-8 dugaan penistaan agama yang menjeratnya pada Selasa 31 Januari 2017 kemarin.
"Yang akan rugi Ahok sendiri. Rugi besar Ahok," ujar Said Aqil di Kantor PBNU, Jalan Kramat, Salemba, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017)
Kendati demikian, ia memastikan bahwa KH Ma'ruf Amin telah memaafkan perkataan kasar Ahok meskipun sebelumnya mantan Bupati Belitung Timur itu ingin melaporkan ulama NU itu lantaran kesaksiannya dianggap bohong dalam persidangan.
Berita Rekomendasi
"Tapi sudah saling memaafkan, Ahok meminta maaf dan kiayi menerima. Tapi tetap ruginya Ahok sendiri," jelas dia.
Said Aqil menambahkan, bahwa PBNU belum bersedia apabila calon gubernur nomer urut dua itu ingin melakukan pertemuan dengan para kiyai di NU. Selain itu, ia juga memastikan bahwa Ahok juga belum melakukan permintaan pertemuan tersebut.
"Belum ada," singkatnya.
(wal)
Langganan:
Postingan (Atom)