Konon, pernah suatu hari ada sebuah jam’iyah (kompolan, madura) di Desa Candi itu. Karena masyarakatnya masih minim akan ilmu-ilmu agama, ketika dalam acara jam’iyah yang selalu diperbincangkan tentang “carok” – adu ketangkasan dengan menggunakan alat yang namanya arè' (madura : laddhing, sadà’, calorèt, busri, pengerrat dan lain-lain). Sehingga banyak jamaah tidak mendengarkan isi ceramah dari kiai Hosa. Alkisah, dari salah satu anggota jam’iyah yang dipimpin kiai Hosa di Desa setempat, suatu ketika usai acara, sang kiai – memang dengan sengaja – meletakkan koreknya (coret, madura) di bawah daun pisang (daun sisa bungkus makanan yang disajikan tuan rumah untuk jamaah, di madura makanan itu disebut dengan pes-paes atau leppet) kemudian kiai pamit dan pergi meninggalkan acara.
Tidak jauh dari tempat acara, sekitar + 100 m kiai Hosa pura-pura memanggil minta tolong kepada seseorang yang masih ada di dalam tempat perkumpulan tadi bahwa koreknya ketinggalan di tempat dimana ia duduk. Setelah dicari-cari oleh jamaah ternyata korek itu berada di bawah daun pisang sisa bungkus suguhan yang disajikan ke pak kiai. Yang aneh pada waktu itu, semua orang (laki-laki) yang ada dalam perkumpulan, tidak satu pun yang bisa mengangkat korek pak kiai – terasa berat untuk mengangkatnya. Dengan kejadian itu tadi, akhirnya masyarakat percaya dan taat bahwa kiai Hosamuddin mempunyai kemampuan (karomah) yang luar biasa. Sehingga dalam melakukan dakwah agama selanjutnya meresa gampang menyampaikan pesan-pesan moral agama kepada masyarakat berkah karomah yang ditampakkan secara terang-terang di khalayak umum.
Sumber: http://ach-syaiful.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar