Follower
Jumat, 10 Februari 2017
Kiyai Zubairi (alm): "Dulu Waktu Saya Mondok, Taqrieb Saja Tidak Khatam".
kiyai Afif Ma'ruf (K. Afifuddin, nama lahirnya), ia merupakan salah seorang santri senior yang mondok dhàlem di ponpes Nasy'atul Muta'allimin,
di Madura santri itu dapat memilih di mana ia hendak mondok, di pondok dhàlem (santri dhàlem lebih pasnya bisa dibilang khadimnya kiyai, mengurus keseharian kiyai), ataukah di pondok luar. Walaupun tidak serta merta pondok yang berada di pulau garam itu menerapkan sistem pemondokan yang sama, tentu ada perbedaan sistem serta ciri khas masing-masing.
Adapun kata santri menurut Nurkholis Madjid kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Santri jika ditulis dengan bahasa arab سنتري (Santri) maka akan dapat didefinisikan sesuai dengan huruf-huruf yang tersusun. Maka akan terdiri dari 5 huruf, Sin, Nun, Ta’, Ra’ dan Ya. Huruf س (sin), yang artinya salikun ilal Akhirah, berarti selalu berjalan menuju akhirat, setiap gerak-gerik santri mengandung unsur ukhrawi dan duniawi. ن (Nun), Naibun lil Masayikh, santri harus bisa mengikuti dan dapat mengganti ulama yang penuh dengan ilmu, sebagai santri, harus bisa mengganti kiai yang sepuh untuk regenerasi. ت (Ta’) Tarkul Ma’ashi, bagaimana agar santri tidak melakukan maksiat. ر (Ra’) Raghibun lil Khairat, yaitu cinta pada kebaikan. Santri harus suka pada kebaikan, dan selalu melakukan kebaikan. Kemudian ada huruf ي (Ya'), Yarju lil Mardhotillah, sholat, mengaji, menjaga ukhuwah, saling toleran dan seluruh ibadah kita jangan disertai kedengkian, takabur, sombong dan ingin dipuji orang lain. Kita harus ingat bahwa yang dilakukan manusia dan khususnya santri hanya mencari ridho Allah SWT.
Kiyai Afif muda kerapkali diminta untuk mencukur rambut Kiyai Zubairi, pernah suatu ketika kiyai Zubairi berdawuh sembari rambutnya dicukur oleh kiyai Afif: "sèngko' bàkto mondhuk ta' hatam taqrèb bhàlàkkà' ", (Mdr). "Saya waktu mondok kitab taqrieb tidak khatam",. Kata-katanya singkat namun padat makna menjadi renungan berharga bagi kiyai Afif, kiyai Zubairi belum menamatkan kitab taqrieb (syarah fathul qarieb), padahal fathul qarieb bisa diibaratkan makanan pokok kaum santri. Namun kiyai Zubairi telah mampu menguraikan isi taqrieb dalam ruang-ruang kelas kepada santri-santrinya, sekaligus telah berhasil menjadi orang alim, alim secara wawasan maupun alim secara prilaku (عمل بعلمه).
Semoga bermanfaat
Oleh itakitafuzu.blogspot.com
Kritik serta sarta sangat saya harapkan terutama dari keluarga dhàlem.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar